Rabu, 12 Maret 2014

*

tak ada sentuhan yang cukup perkasa untuk menyalakan sebuah lampu. betapapun hebatnya hasrat dan kehendak untuk membuat lampu menyala, tak akan berhasil tanpa menghubungkan lampu dengan arus listrik. tak ada arus listrik mengalir tanpa sumber listrik. perlu alat, untuk menghubungkan sumber listrik dengan lampu, mencatat berapa besar daya yang digunakan, kewajiban untuk membayar tagihannya atau mengisi pulsanya. kenyataan paling sederhana sanggup memadamkan impian. kukira kenyataan sederhana tentang lampu dan pln menjadi landasan kuat untuk merasa nikmat makan malam hanya diterangi cahaya lilin. menyalakan lilin lebih mudah dan murah, meski sering lupa, menyentuh sebuah tombol telah tertanam dalam ingatan sebagai sangat mudah, biasa dikerjakan tanpa memikirkan apapun selain ruang menjadi terang dan nyaman. sekali lagi, sebuah tipuan jaman, sebenarnya bukan tipuan, sama sekali tidak jahat, hanya ketidaksadaran. mana yang mudah atau sulit, praktis atau rumit, pilihan yang tidak menarik. masih ada kemungkinan lain yang lebih manis, lebih ingin realistis atau romantis. kalau romantis mestinya lebih sering menulis di atas kertas. kertas yang dipilih dengan cermat, berwarna lembut dan wangi. lantas ditulis dengan hati hati di dalam ruang yang diterangi cahaya lilin. karena ruangannya remang remang, segalanya jadi samar samar, memungkinkan hanya sebelah tangan yang bisa membaca apa saja yang ditulisnya sendiri. bagus sekali. hemat listrik. semua wajah terlihat menari nari di dinding, lidah api menyihir bayang bayang cantik. tanpa tongkat ajaib atau mantra, kulihat lilin menyalakan cahaya matamu. seperti mimpi tapi nyata.
hahaha, parah*