Selasa, 31 Maret 2015

silent night

Kanak kanak itu menyentuh salju yang tersangkut pada sebatang pohon cemara, berseru girang,”Hi…dingin!” Sesaat kemudian matanya bertemu pandang dengan wajah seorang malaikat dalam permukaan sebutir bola kuning keemasan, Wajah malaikat seperti wajahnya, sama kanak kanak, ia tersenyum dan berbisik,”Hei…ayo terbang.” Kanak kanak tertawa kecil melihat malaikat mengepakkan sepasang lengannya. 
Tiba tiba tawa kecil kanak kanak teredam, sepasang tangan menangkap sayap sayap malaikat. Kanak kanak diam, merapatkan kedua lengannya pada tubuhnya, mendengar seorang dewasa bicara padanya,”Hati hati, jangan dekat dekat, nanti pohon natalnya rusak.” Kanak kanak menundukkan kepala, enggan menatap wajah malaikat.
Setelah orang dewasa berlalu dari dekatnya, kanak kanak melangkah mundur, malu malu, beringsut menjauh dari pohon cemara cemaraan, diam diam meninggalkan suara suara riang gembira, menghindari kehangatan lagu dan lampu. Di sebuah sudut remang di luar ruang, kanak kanak duduk sendirian, memeluk lututnya, berbicara tanpa suara,”Tuhan yang baik, selamat ulang tahun, maaf aku tak punya hadiah untukmu. Tapi, aku menulis surat, nanti setelah semua orang tidur, kalau sempat, aku sangat ingin kaubaca suratku."
*

Minggu, 29 Maret 2015

suara hati

Dini hari. Kopi dalam gelas kuhabiskan.       
Hari baru sudah datang, tanya hatiku. Hanya hatiku yang belum bisu, yang gemar bertanya ini itu. Suaraku sudah pergi,  berkelana mencari sepasang telinga masih terjaga. Kepadanya suaraku ingin berbisik,”Sebentar lagi pagi, aku  belum tidur, tak pernah bisa diam sebelum kaubungkam dengan ciuman.”
Telingamu sudah pulas. Kopi dalam gelasmu setengah penuh. Seperti biasa, tidak sengaja kausisakan, untuk dini hari untuk kuhabiskan pada suatu hari. Saat kau terjaga nanti, gelasmu akan bernyanyi,”Ijinkanlah kukecup keningmu, bukan hanya ada di dalam angan…”
Suaraku masih di sana, diam diam menunggu kau menggeliat, menggumam ke arah gelas,”Duh…berisik…” Kemudian kau kembali lelap setelah menguap.
Telingamu tak mendengar suaraku mengeluh,”Kau mestinya tahu, seorang peri yang sakit hati telah mengutukku jadi putri tidur dalam hatimu. Serasa beratus ratus tahun kunanti sebuah kecupan.”

Selamat pagi. Dua gelas kopi bertukar salam dari kejauhan, melangkahi kekosongan. Satu di sini, yang lain di sana. Seperti pohon pohon di tepi jalan, seperti diam seperti berlari mengikuti. Melintasi jalan bebas hambatan, melewati kemacetan, menaklukkan kepenatan. Hatiku menunggu suaramu datang, mengantarkan suaraku pulang, bukan hanya dalam mimpi. Seperti aku menunggu, terjaga dalam hatimu, terlelap dalam pelukmu*     

Minggu, 22 Maret 2015

puzzle

Kenapa warung warung favorit kita selalu cepat menghilang? Ini seperti cerita misteri yang sungguh sungguh terjadi. Warung warung yang menyediakan tempat nyaman, menu nikmat dengan harga murah. Satu, dua, atau tiga kali, kita makan di sana, sambil ngobrol, diakhiri dengan bicara panjang lebar sambil menikmati beberapa batang kretek atau sigaret, setelah sendawa seluas dunia, terasa lebih dari cukup. Tak lama kemudian, hanya beberapa hari, kita lewat di jalan sama yang serasa berbeda. Keajaiban terjadi lagi, warung tersebut tutup, pindah tempat atau entah apa dan bagaimana, tak dapat kita temukan. Dan misteri ini terjadi lebih dari tiga kali.
Siapa sih sebenarnya kita? Kenapa? Kasihan manusia lain yang juga pelangan dan penggemar warung warung yang kita sukai. Tentang ini, aku tak berani, mungkin pula tak sanggup mengemukakan pendapat logis. Teramat banyak warung di sepanjang jalan, tapi sengaja atau tidak sengaja kau menemukan tempat ternyaman, makanan paling nikmat, harga terhemat, sayang sekali hanya dalam waktu singkat segera lenyap.
Kau memutar balik arah motor, khawatir warungnya terlewat tanpa terlihat. Dua kali kita bolak balik di jalan yang sama, memusatkan perhatian dan menajamkan ingatan, untuk memastikan warung itu benar benar tak lagi ada. Kemudian mau tak mau mesti percaya, bahwa sekali lagi misteri itu terjadi. Yang sudah terjadi ya terjadi. Satu satunya yang dapat dilakukan adalah mencari lagi, warung pengganti. Kita lelah, lapar dan perlu tempat untuk bertukar pendapat tentang warung ideal yang kembali menghilang.
Lain kali, sebaiknya kita menahan diri, menyimpan baik baik rasa nikmat dan kepuasan setelah singgah dan menikmati hidangan pada sebuah warung ideal. Tentu ada banyak standar dan syarat agar sebuah warung layak diberi gelar ideal, berbeda pada setiap orang. Biar saja, urusan dan standar orang, cukup ideal menurut selera kita saja. Ya, lain kali, kita tak perlu menunjukkan kegembiraan berlebihan saat mendapatkan rasa kenyang lahir batin dengan harga ekonomis. Diam diam saja. Atau jangan berharap menikmati apapun, sekalipun sungguh sungguh nikmat lebih dari tiga kali.
Ini penting. Mungkin warung warung ideal memang lebih baik hilang dari pada kita kehilangan kejutan. Rasa nikmat dapat datang setiap saat, dalam petualangan atau kenangan, bahkan ketika kita salah jalan, kepanasan atau kehujanan, kehausan sekaligus kelaparan. Rasa nikmat dapat menjalar, lebih panjang dari perjalanan. Tapi kejutan tidak. Kejutan datang dan hilang tanpa rencana, tak disangka sangka. Seperti saat kau mendadak mengerem motor tanpa sebab, selain alasan tak bermutu. Hanya demi kaudapat kesempatan mengatakan komentar norak, Hmm…enak.., saat dadaku merapat di punggungmu dan tanganku bergerak spontan memelukmu erat erat. Sebesar apapun kedongkolanku, kejutanmu tak pernah gagal mengalahkan rasa nikmat.
Seperti kejutan, hilangnya warung warung ideal, berhasil menumbuhkan motivasi tingkat tinggi sekali lagi hingga tak terhitung kali, untuk kita kembali berjuang. Mencari tanpa henti warung ideal yang lain. Demi memenuhi kebutuhan jiwa dan raga, kita tak boleh jera, tak boleh patah semangat, tetap menjaga keyakinan, bahwa masih ada warung ideal lain di muka bumi, asal kita ikhlas kehilangan yang lama yang tak lagi ada, dan mau berusaha menemukan yang sesuai harapan dan kata hati.
Entah apa yang sebenarnya terjadi dengan warung warung favorit kita. Warung warung tersebut benar benar pantas disebut warung ideal. Keberadaannya menyediakan nikmat, ketiadaannya mendatangkan hikmah. Setelah misteri terulang ke sekian kali, saat menikmati hidangan  dalam suasana yang bikin kita merasa kenyang sekaligus saling sayang, kita sulit lupa diri. Dalam hati dan pikir mudah sekali teringat betapa tak ternilai harganya, anugrah terindah, hadiah tak terduga, kejutan tak disangka, petualangan, kenangan, angan angan. Tak harus menjadi seorang militan, menggalang dana dan massa, menebarkan slogan, menggugah kesadaran dan meyakinkan setiap orang, agar ikut serta dalam keprihatinan mewujudkan gerakan #save warung warung ideal. Cukup kita, kau dan aku, bersama, kau atau aku saja, menikmati makanan yang dipilih dan telah dihidangkan sesuai pesanan, tanpa paksaan, sepenuh hati, lantas sesekali cekikikan sambil ngudud dan ngopi, saat kau dan aku berdiskusi.
Lain kali mampir sini lagi, atau  cari yang lain.
Kalau bisa ke sini lagi. Murah. Sambelnya enak, nasinya kaya beras wulung.
Sudah berapa kali kita makan di sini.
Hmm, seingatku sudah tiga kali.
Ya, siap siap aja.
Wah…siap siap gimana.
Sudah biasa kan.
Haa…Bukan biasa. Luar biasa.
Selain ideal, warungnya boleh kita sebut pahlawan. Gugur satu tumbuh seribu. Tidak masuk akal, murah, sedap, nyaman. Warung warung tersebut uniknya juga kerap bernama sama, nama warung kebanyakan yang bertebaran sepanjang jalan di mana mana, lesehan, lumayan, sederhana, barokah, kita, anda, bu sri, kadang kadang tak bernama. Mirip pahlawan. Kita bisa berziarah sambil makan, seperti di taman. Taman apa saja. Tempat nyaman di mana kita bebas tertawa sampai berlinang air mata. Berbincang mesra sambil mengheningkan cipta* 

Rabu, 11 Maret 2015

kesan dan pesan dua ekor lampu

Berjagalah sepanjang malam, setidaknya jangan kausia siakan seluruh waktu malammu dengan memejamkan mata. Tak guna menanti mimpi indah ketika malam sedang menunjukkan kenyataan menakjubkan. Pada malam hari segenap semesta sedang bersuka hati, memamerkan kekayaannya yang tersembunyi. Ya kekayaan yang tak akan dapat kaumiliki di siang hari, tak peduli sekeras apapun kau berkerja untuk mendapatkannya. Kekayaan yang tak terbeli, namun boleh kaunikmati sepuas hati jika kau sanggup bertahan dari deraan rasa letih dan kantuk di malam hari. Tengoklah ke atas, sebutir mutiara paling sempurna berpendar di sana, di sekelilingnya ribuan permata bermacam karat dan ukuran sedang berlomba memancarkan kilaunya. Bukan hanya angkasa. Kalau kau mau sedikit bersusah payah memanjat, naik ke tempat lebih tinggi lantas mengamati yang terhampar seluas pandangan. Akan kaulihat dunia yang sangat berbeda dengan dunia yang kautempati saat siang hari. Dunia malam bertabur cahaya, seperti juga langit, rupa rupa bentuk dan ukurannya, aneka warna sinarnya, semuanya berkelip kelip riang. Tidak macam siang, kota seakan akan tanpa cela di malam hari. Gubuk dan istana, tempat kumuh dan megah, pembuangan sampah dan taman kota, semua tampak setupa dari tempat kau berada, sama sama memancarkan cahaya. Segala yang padam dan terasa kejam di siang hari, menyala terang dan menyapa ramah di malam hari. Keindahan malam begitu nyata, bukan mimpi di siang bolong. Kesunyian, keheningan, ketenangan, mengisi setiap kekosongan yang kaukira telah dipenuhi kesepian dan harapan tak bertepi. Kau dapat mendengar hela nafasmu sendiri, detak jam dan jantungmu ternyata seirama dan bersahutan, persis nyanyian katak sehabis hujan, tidak merdu tapi menyenangkan, seperti percakapan dua orang yang saling mengerti*


Untuk apa menghabiskan waktu mengingkari kegelapan. Menerbangkan angan angan memang lebih mudah ketimbang menerbangkan layang layang. Kau sudah terlalu tua untuk begadang. Sayangilah usia, kesehatan sangat mahal. Malam tidak menyingkirkan kekecewaan, tidak menghapus kepedihan, hanya menutupi atau mengalihkan perhatianmu dari setiap luka dan memar, kalau tidak dengan kegelapan, pasti dengan kelap kelip cahaya di kejauhan. Mendekatlah, menyerahlah, kepada hasrat dan kehendak alami dirimu sendiri. Hanya pengecut yang tak dapat tidur karena takut bermimpi buruk. Kau hanya manusia dan sekarang masih menghuni dunia. Selayaknya bila lelah dan tidak sempuna. Bagaimanapun kesegaran, kehangatan dan terang yang sebenarnya, terbentang sejak terbut hingga terbenamnnya matahari. Segenap kehidupan akan berlanjut meskipun tak ada bulan purnama dan tak terbit satupun bintang di malam hari. Namun, dunia seketika tamat jika kehilangan matahari. Jangan hanya berkhayal, belajar lebih bermanfaat. Kalau kau cukup istirahat di malam hari, tentu dapat kaunikmati keriangan pagi, derap kaki dan celotehan anak anak menuju sekolah, suara suara pekerja siap memperjuangkan nasibnya. Aroma sedap sarapan berputar di udara, kokok ayam jantan, kicau burung burung, bau harum cucian yang baru dijemur. Semua begitu nyata, baik baik saja seperti hari hari lalu. Pagi ini, sekali lagi telah melalui kegelapan dan kesunyian malam dengan selamat. Tak ada yang kurang. Seorang atau beberapa anak mungkin menangis dengan suara nyaring, setelah terjatuh karena berlari kelewat bersemangat. Tak akan lama kesedihannya, segera saja, ada yang mendekat untuk menghibur dan mengobati luka atau memarnya. Meskipun perih, segalanya akan baik baik saja. Tangis si anak terhenti ketika pandang matanya menemukan seekor capung terbang melintas di dekatnya, kemudian hinggap pada sebatang ranting. Seekor kupu kupu telah lebih dulu berada pada sekuntum kembang kecil di dekat ranting. Capung dan kupu kupu bertengger berhadapan, bersama sama mengepakkan sayapnya. Kepakan sayap capung dan kupu kupu tidak selaras, seolah keduanya beradu cepat melontarkan kalimat dalam isyarat kepakan sayap, bertukar cerita lucu tentang keusilan sebutir batu yang menyebabkan seorang anak tejatuh* 

Minggu, 08 Maret 2015

puzzle

Susah susah mudah kau kudekati. Kucari engkau lari. Kudiam kauhampiri. Ini penggalan syair lagu yang pernah populer pada jaman dahulu. Lagu yang pernah dimanfaatkan oleh beberapa lelaki untuk merayuku. Setiap kali mendengarnya aku teringat masa lalu yang bikin aku tersipu tidak tahu malu. Agak kusayangkan pencipta lagu sekaligus penyanyinya, yang pada jaman dahulu sangat kusukai sekarang beralih profesi menjadi bintang iklan kopi. Yah…aku penikmat kopi dan sepakat bahwa semua orang sebaiknya mengubah nasibnya, mengerjakan yang menurut mereka baik demi memperbaiki hidupnya. Namun secara pribadi, tetap sulit untukku menghapus rasa kecewa semacam belasungkawa, yang bangkit dari lubuk hatiku setiap kali menyaksikan seseorang memutuskan atau melakukan tindakan yang menyimpang dari jalan idealisme yang semula telah ditempuh. Hmm, sebenarnya bukan urusan dan niatku untuk membahas tentang orang lain yang tidak kukenal dekat. Sehebat apapun karakter dan karyanya, di dunia tak ada yang sempurna.
Kembali ke topik awal, syair lagu pada jaman dahulu. Kuberikan padamu sebuah batu akik, tanda sayang batin yang tercekik. Sepenggal syair lagu lain, diciptakan dan dinyanyikan oleh orang yang sama, pada jaman dahulu yang sama. Kini sering membuatku tersenyum getir. 
Sejak semula, entah sejak kapan, tepatnya pada jaman sekarang, aku terpaksa berada dan melihat sekumpulan manusia bersuara parau. Sekumpulan manusia yang keberadaanya gagal kuterima apa adanya. Keadaan yang sama berlaku dua arah, sekumpulan manusia yang tidak butuh mendengar setiap kesan dan pesan yang dengan sukarela kuberikan pada mereka. Baguslah, tidak saling menghiraukan. Mereka tercekik batu batu akik, aku tenggelam dalam khayalan.
Namun, debu sekalipun sangat kecil dapat sangat mengganggu, apalagi sekumpulan manusia yang ukurannya rata rata lebih besar dariku. Betapa besar harapanku untuk membersihkan seiiap butir debu yang terlihat. Sebesar anganku untuk mengirimkan ombak paling tinggi yang sanggup menyapu bersih siapa atau apa saja yang aku tidak berkenan.
Perasaan galau membuatku sembilan sepersepuluh putus asa. Entah sengaja atau kebetulan, ada yang  menghiburku dengan mengantarkan ingatanku kepada sebuah nama, squitward tentacles, seekor gurita penggurutu, tokoh sebuah serial film kartun yang kutonton setiap jam enam pagi di televisi. Squitward mengingatkanku pada seseorang yang kukenal sangat dekat, aku. Lantas aku bisa tersenyum tanpa malu, kami mirip sekali. Aku dan squitward sama sama merasa terlalu berbakat dan artistik, tidak layak, bahkan muak, bertetangga dengan sepotong spons yang selalu gagal ujian di sekolah mengemudi, dan seekor bintang laut tak berotak yang satu satunya kehebatannya adalah bersendawa.
Persis squitward, aku merasa sia sia dan paling tidak bahagia. Menjalani profesi dan menghabiskan waktu dengan mencemooh keadaan dan mahluk mahluk yang tak dapat diperbaiki. Hahaha…aku senang, setidaknya aku tidak sendiri, ada yang serupa denganku. Malahan seseorang tak kukenal menciptakan tokoh dalam sebuah film yang karakternya kuilhami.
Setiap hari aku mengeluh, seseorang yang kusayangi, yang pada jaman dahulu sering merayuku dengan lagu lagu kesukaan kami menyebutku, tukang ngroweng. Seharusnya kutulis dalam tanda petik ”tukang ngroweng”. Karena dikatakan dengan cinta dan niat tulus, supaya aku berhenti meracau.
Adakah yang perlu diperbaiki? Semuanya telah dinyanyikan lagu lagu yang sering kami dengarkan bersama dengan gembira, sambil saling tersenyum jahil, saling menggenggam telapak tangan, duduk saling bersandar, pada jaman dahulu. Kalau nona bicara persetan logika, sedikit keras kepala, ah dasar betina…Ahh…senang sekali mendengarnya meskipun hanya sesaat. Belum selesai satu lagu, selalu segera berganti lagu yang lain. Semakin bagus lagunya, semakin sebentar diputar, ini keluhan berdasarkan fakta.
Suatu pagi saat menonton televisi bersama seorang bocah lelaki berumur sembilan tahun, aku bertanya “Squitward itu jahat ya…”
“Ya gak jahatlah. Spongebob dan Patrick yang kelewatan. Kasihan squitward, masa liburan tenang sehari saja sampai gak bisa.”
Oh, alangkah manisnya, kata kata bocah lelaki umur sembilan tahun. Membuatku tersenyum malu bertabur rindu. Bocah lelaki itu lebih tampan darimu, lebih pandai merayu ketimbang semua lelaki yang pernah mengenalku. Memandang matanya aku tidak bisa tidak bernyanyi dalam hati.
Kuberikan padamu setangkai kembang pete, lambang cinta abadi namun kere. Buang jauh jauh impian mulukmu, sebab kita tak boleh bikin uang palsu. Kalau di antara kita jatuh sakit lebih baik tak usah ke dokter, sebab ongkos dokter di sini terkait di awan tinggi… Aku bernyanyi, tanpa ragu, tidak tahu malu, persis squitward memainkan klarinetnya.
Bocah lelaki itu tersenyum mendengar nyanyian dalam hatiku. Seperti squitward, menurut pendapatnya aku tidak jahat. Apakah ini liburan? Aku merasa sedang menikmati secangkir coklat hangat*