Rabu, 01 Juni 2016

tuhan maha penyayang

Tak ada keikhlasan dalam setiap tulisan. Maka aku menulis.
Terlampau banyak angan angan dalam kehidupan. Aku memandang kenyataan.
Untukku, untuk yang sayang, untuk teman teman. Karena tuhan maha penyayang.
Sebagian orang dapat saling membaca ketidakikhlasan, menuliskan kesalahan. Sebagian lainnya mencoba memahami ketidakikhlasan, membaca kebenaran. Bergantian. Berulang ulang.
Hanya tuhan, tuhan merangkai kebenaran dan kesalahan, helai demi helai, disatukannya dengan ketulusan hati.
Sesaat kemudian, tuhan menjelma kanak kanak, berlari, terjatuh beberapa kali, menuruni lereng bukit. Pada sepetak tanah landai, beberapa manusia aneka rupa dan usia sedang bercengkrama. Kanak kanak berdiri, baju dan wajahnya lusuh setelah beberapa kali terjatuh. Agak canggung, kanak kanak mengembangkan senyum. Kedua tangannya berada di balik punggung, menggenggam karangan kembang liar. Seikat kembang liar yang tanaman maupun bibitnya tak dijual di manapun, dan tak ada yang pernah menanamnya di halaman rumah.
Kenyataan menemukan tuhan sedang memandangku, penuh sayang, serupa kanak kanak memandang semua orang yang sedang bercengkrama di sepetak tanah landai.
Tak ada keikhlasan dalam setiap tulisan. Hanya saling pandang, kemudian senyuman, tuhan maha penyayang*