Senin, 29 September 2014

chit chat

aku tidak memilih mencintaimu. aku mencintaimu, melihatmu dalam segala sesuatu. tentu cintaku cuma sebesar diriku, tak sebanding denganmu. tapi mataku tak dapat mendustai hatiku, hatiku tak dapat mengelabui penglihatanku. saat segalanya muram, kulihat kau dalam remang. saat terang, kau tak menyilaukan. apakah ini kseombongan, atau hanya usaha sia siaku untuk mengendalikan kecemasan. adakah yang sanggup mencintai dengan hikmat dan kebijaksanaan. sedangkan mereka yang memimpin sebuah bangsa juga tak luput dari kesalahan. apa yang kauharapkan dariku, katakan atau tunjukan, atau kau sengaja membiarkan aku terjerumus kekacauan. hanya agar aku sedikit belajar, bagaimana caramu melihatku. minum arak, mengumbar maaf, menikmati penyesalan, menumpahkan kerinduan. karena atau sebab, menjadikannya demikian. kau melihat segalanya, dengan apa. apakah aku buta, hampir gila, mabuk. aku tidak terpuruk, tidak pula muntah, tak peduli sebanyak apa kutenggak, aku tetap mampu berdiri tegak. betapa hebatnya ginjal, lambung dan hatiku, buatanmu. semua buatanmu. memuakkan menjadi kebal dan bebal. ini kesombongan, kemunafikan, kekhilafan, kesesatan, kehilangan. seandainya aku di jalan benar, kau akan mengulurkan tangan. cinta tidak sama dengan belas kasihan. kata siapa. entah. dapatkah cinta disamakan atau tidak disamakan dengan selain cinta.
definisi kehidupan sangat sederhana, menikmati makanan tanpa rasa lapar. kau harus puas menyelam di kedangkalan. kenapa kesadaranku belum juga hilang. mestinya aku mabuk, mabuk cinta. nyatanya belum bisa. akibatnya, kau masih membaca, aku mencintaimu...bla...bla...bla*

Minggu, 28 September 2014

from love to love

jiwanya murni. kesalahanku adalah, mengirimnya ke kota yang penuh dosa. setiap malam mata hatinya menangis, menangis dan menangis. dia hanya ingin pulang. tapi dia jauh lebih baik dari yang kukira, dia lebih kuat dibanding aku. maka aku percaya padanya. suatu hari dia pasti tersenyum kembali, pulang dan menemukan cinta sejati*

Jumat, 26 September 2014

x)

mendengarkan lagu favoritmu, bagian refrainnya terasa menghentak otak, we can learn to love again. hatiku gemuruh, tidak tepat, setidaknya kurang tepat. lebih mudah melihat ketidaksempurnaan dari bagian luar. bahkan jika semua bagian cuma artifisial. siapa berhak meralat demi kebaikan. persetan, aku berkata seirama lagu, mencoba meredakan getaran getaran dalam kepala. sebelum gempa di kepala bertambah parah hingga mengakibatkan tsunami menyerbu mata. we have learn to love again, we should learn to love again, we must learn to love again. kalau kau dengar, akan kutanya, mana yang lebih tepat.
sudah sekian lama, atau beberapa saat, aku muak dengan kalimat yang kusebut sok bijak yang menunjukkan bahwa kesempurnaan itu sempurna. kesalahan tak dapat dimaafkan. manusia disamakan dengan porselin, beling atau keramik, bahkan lebih rapuh dari plastik. piring atau gelas jika dijatuhkan sengaja atau tak sengaja hingga pecah berantakan, tamatlah segalanya. bah. bego betul orang orang sok pintar.
tak ada orang dapat memecahkan orang. melukai tubuh, mematahkan tulang, meremukkan kepala, tidak sulit dan sering terjadi. namun setiap orang memiliki bagian yang tak terlihat sama sekali oleh siapapun, tidak terlihat orang lain, tidak pula terlihat orangnya sendiri. tak terlihat, tak tersentuh, apakah utuh atau separuh, tak ada yang tahu, dan tak ada yang dapat mengurangi atau menambahkan apapun.
seandainya cinta dapat dibagi, dengan logika matematika cinta tidak menyurut jumlahnya. utuh dan bertambah banyak, lebih tepatnya dipakai kata dikali, digandakan jumlahnya berkali kali. begitulah yang terjadi pada seorang ibu yang anaknya lebih dari satu. kalau mau ngawur, bisa juga dijadikan alasan selingkuh.
sinting, aku sinting. mungkin. tak masalah, mending aku sinting daripada setuju dengan anggapan orang sama dengan piring atau gelas berbahan beling*

Kamis, 25 September 2014

parole

jalan ungu, lampu ungu, rambu rambu ungu, langit ungu. ada yang ngawur, menuangkan atau menumpahkan, dengan sengaja atau tanpa sengaja, wadah cat ke atas kertas bergambar. warna merah dan biru menyatu. ditambah sedikit kebanyakan air, maka gambar sudut jalan lengang seketika berwarna tak keruan dan basah. ketika sebuah kuas disentuhkan ke atas kertas, dengan sengaja, untuk meratakan cairan yang menggenang, warna merah dan biru tanpa sengaja teraduk, bercambur. akibatnya gambar dan hampir seluruh permukaan kertas berwarna ungu.
sebuah sudut jalan, pertigaan, dengan empat tiang berujung lampu, dua rambu rambu lalu lintas, kekosongan pada bagian atas kertas yang dipahami setiap orang yang memandang kertas bergambar tersebut sebagai langit. bangunan, tanaman, dan lain lainnya belum sempat digambar saat dengan tiba tiba kertas menjadi basah dan semua telah digambar berwarna ungu.
siku, lengan, atau tangan yang seharusnya bertanggung jawab. atau mata yang tidak awas, atau syaraf, atau otak. apapun juga, tak dapat mengubah apa apa selama kertasnya masih basah. mungkin nanti setelah mengering diperbaiki. dapat digambar lagi, dibenahi, ditambahkan ini itu supaya gambarnya tidak sepi. kemudian diwarnai sekali lagi, warna apa saja, asal dibubuhkan cukup tebal di atas warna yang telah ada. warna ungu mungkin memudar saat kertas tak lagi basah.
hanya butuh sedikit waktu, jika ingin lebih cepat dapat pula diusahakan. tidak sulit, meniup kertas, mengipasinya, atau menaruhnya di tempat bersuhu tinggi, sekat api, di bawah terik matahari. lihat saja sekeliling, kemudian pilih cara termudah, yang paling menyenangkan, segera mengerjakannya.
tiba tiba ia tertawa. oh, kenapa tidak melupakannya saja. bukan kertas bergambar sudut jalan lengang ungu, tapi semua niat dan rencananya untuk mengubah sebuah gambar. betapa mudah dan lebih menyenangkan menaruh selembar kertas bergambar basah di suatu tempat aman, maksudnya aman untuk dirinya, tempat di mana kertas basah berwarna ungu tak lagi mengganggunya.
setumpuk kertas kosong dan kering berada dalam jarak pandangnya, dekat. tak ada rintangan apapun untuk meraih selembar kertas lain, kosong dan kering. tak ada halangan apapun untuk menggambar kembali segala yang ingin digambarnya, bahkan ia punya kesempatan menggambar yang lebih baik.kali ini, jika ia cukup hati hati, segalanya akan berlangsung wajar dan baik baik saja. dan kelak sesudah gambar keduanya selesai diberi warna seturut kehendaknya, ia akan memiliki dua gambar berbeda. satu gambar berwarna ungu, ditambah satu gambar berwarna utuh. utuh, ya ia sengaja memakai kata utuh untuk menjelaskan aneka warna yang tepat pada tempatnya dalam gambarnya.
ungu dan utuh, terdengar akrab saat diucapkan, serasi dituliskan. ungu dan utuh, keduanya memiliki kesamaan, jumlah huruf, dan satu huruf hidup yang diulang dua kali pada masing masing kata. kecerobohannya mengakibatkan ia memiliki dua lembar kertas bergambar, yang pertama ungu, kedua utuh. ia merasa ber unthung, ia lagi lagi tertawa, sambil iseng iseng menggabungkan kedua kata yang dipakainya untuk menamai kedua gambarnya. penulisannya memang tidak benar, ejaannya tidak baku, tapi saat diucapkan tak akan ada yang menyadari kesalahannya*

Rabu, 24 September 2014

confetti

di bawah bantal, dunia sedang berusaha menenangkan dirinya. sesak, gelap, tertindih kepalaku. beberapa helai patahan rambut menggelitik wajahnya, satu di dekat lubang hidungnya, membangkitkan rasa gatal tak tertahan. dunia menahan napasnya, berusaha sekuat daya tidak bersin. tak ingin aku terjaga dari lamunan.
pada langit langit kamar kutemukan seruas jalan, melingkari bukit berpayung awan. keperakan, kehijauan, kebiruan, kekuningan, kemerahan, serabut serabut halus melayang layang di udara, dekat sekali, nyaris menyentuh kelopak mata. seperti segumpal dunia yang tidak padat, yang ingin ikut serta menikmati pemandangan di langit langit kamar.
jam dua malam. jam dua malam terasa menggoda angan ketimbang jam dua pagi atau jam dua siang. banyak hal tak sanggup dikatakan. berapa jumlah kata dalam bahasa yang kugunakan dalam setiap percakapan. ribuan atau jutaan. dan aku senang imajinasiku selalu menang, tak ada satu kata yang sungguh sungguh sanggup mengatakan suara suara dan bentuk bentuk yang berkelindan dalam pikiran.
pikiran atau angan angan. dunia di bawah bantal menggeliat, geli, gelisah. kugeser kepalaku, beberapa helai rambut mungkin patah saat itu, menusuk mata dunia. lamunanku memanjang, sedetik kemudian tersambar kilat, berjatuhan macam hujan. jalan basah melingkari bukit, mirip ikat kepala yang terbuat dari jalinan mutiara hitam. mahluk asing berkepala hijau, berambut keriting jelmaan bukit basah kuyup, awan mencair.
serabut halus warna warni menguraikan diri, bergandeng tangan, melambai, sebagian saling mengait satu sama lain. mataku dan mata dunia, pelan pelan menyusup dalam kehangatan. melupakan bantal, yang menindih dan menopang. bukan kalah, bukan lelah, hmm, hanya menikmati serabut halus warna warni merayakan perayaan yang tidak bernama*

Selasa, 23 September 2014

*

baru saja teringat, aku pernah sangat gemar berkhayal menjadi seorang indian. mencoreng coreng wajah, mengenakan ikat kepala berhias bulu rajawali, memakai gelang dan kalung manik manik, berpacu di padang rumput mengendarai kuda tanpa pelana, menggunakan asap untuk mengirimkan pesan kepada seorang teman yang berada di tempat jauh. minum dan mandi di hulu sungai, dekat mata air, menangkap ikan dengan tombak, kudecakkan lidah membayangkan lezatnya daging panggang dan buah buahan liar.
seorang anak indian tak perlu menghapalkan pelajaran, setiap hari bebas berlarian di padang rumput, mendaki bukit atau tebing, memanjat pohon. yang paling seru, tentu menjinakkan kuda liar.
sebagai anak indian yang dilahirkan di musim semi, saat saat di mana hujan kerap turun sejenak menyejukkan bumi. padang rumput mestinya berseri, dipenuhi bunga aneka warna, udara segar, beraoma manis dan wangi, binatang kecil dan serangga serangga cantik, macam kupu kupu meloncat dan terbang kesana kemari. burung burung juga riang beterbangan. segalanya nampak cerah, bercahaya dan penuh warna.
jika dilahirkan sesaat setelah hujan reda ketika matahari belum terbenam, mungkin sekali ayahku akan menamaiku pelangi, atau kelinci putih, atau kupu kupu ungu. bila sebelum matahari terbit aku lahir, masih besar peluangku untuk mendapatkan nama yang indah, macam bintang timur, cahaya kunang kunang, purnama, atau mawar liar, mengingat ibuku tidak menyingkirkan rumpun mawar liar yang tumbuh di sekeliling kemah kami, betapapun duri durinya sering melukaiku saat aku bermain, mengejar seekor belalang, atau mencoba menangkap seekor capung. semasa kecil, pernah kulihat beberapa ekor capung berpunggung biru, jenis capung gesit yang selalu berhasil lolos dari tangkapanku*.

*

sore yang gerah. kubiarkan senja di luar menungguku beranjak. seperti yang kukerjakan seringkali, berada di luar menunggu senja bergerak. ingin kucari tahu, apakah senja hanya warna warna indah di barat langit, atau ia mengenalku yang seringkali menunggu keindahan menghabiskan waktu*

Minggu, 21 September 2014

medley

kepada puisi, kuminta sepi tak lirih.
kepada sunyi, kuminta luka tak perih.
bumi malah bernyanyi, ambilkan bulan bu, di pagi hari.
kupaksa diriku bangun tidur, terus mandi, menggosok gigi, agar boleh membantu ibu membersekan tempat tidurku.
kepada bantal dan guling, kugumamkan lagu, ambilkan ibu, untuk bulan kesiangan.
sepotong lingkaran terang masih terlelap di tempat tidurku, kelelahan, semalaman tak menemukan jalan pulang kepada ibu*

sayap ikan

setiap binatang punya bahasa, manusia memberinya nama, kicau, cicit, dengung, lolong, erang, geram. atau sebutan menerangkan bunyi, menyederhanakan bahasa setara suara. hingga burung dalam sangkar bernyanyi merdu, serigala di puncak bukit melolong pilu. dan aku berkhayal domba domba berbaris, menunggu hitunganku untuk melompati sebilah bambu. sebilah yang memisahkan aku dan sebongkah batu.
pus, bisakah kaujinakkan jantungku, sebelum meledak. aku butuh kamus atau buku kumpulan rumus untuk mengendalikan tikus*

Sabtu, 20 September 2014

the truth teory

arak dan air sama sama jernih. kucari isyaratmu, sebutir hujan, selamanya tak ada yang menyakitkan. kucari kesalahan, kusangka kausembunyikan kebenaran. disergap akal, dihalangi kemujuran. mestikah kupilih jalan pintas, dari neraka ke surga, antara sesat dan nikmat. air dan arak sama sama jernih. di matamu kulihat seekor ular hati hati meletakkan telurnya, menimbunnya dengan tanah, memercayakan buah hatinya kepada bumi.
air mata atau mata air, mengalir saat kubasuh wajah. jangan jatuh iba padaku yang jatuh cinta. atau akan kujadikan kau sebingkai kaca, tempatku mengurung gambar wajahku, menghalangi debu mengusap gambar rambutku. maukah kau menjaga gambarku, sementara kucoba menyelesaikan gambarmu.
arak atau air sama sama jernih, kertas dan kuas tak berteriak, saat kutuangkan arak untuk melarutkan cat. tak ada yang tak paham kerinduan. aku menggambar wajahmu. nanti akan kukecup, kubiarkan jejak bibirku melekat pada gambarmu. ingin kudengar kau berbisik, air atau arak sama sama jernih*.

*

seorang anak tidak belajar dari ibu dan bapak. seorang anak adalah teladan bagi ibu dan bapak. tentang mencintai sepenuh hati segala yang dibutuhkan, dari hari ke hari hingga detik demi detik. seorang anak tak pernah kehilangan kepercayaan, selalu berharap dan berusaha segenap daya menunbuhkan perhatian. dengan ringan dan riang bermain sepanjang waktu dengan sungguh sungguh, tak pernah terlintas dalam benak seorang anak untuk menghentikan waktu, tak khawatir terjatuh, tak membebani diri dengan kecemasan akan menyusahkan siapapun. tak ada surga di telapak kaki ibu, tak dan rasa aman di telapak tangan bapak, kalau tak ada seorang anak menitipkannya di sana*

puzzle

aku ingat kau memijat pundakku di ataa kapal. sebelum merapat di dermaga, sebuah kapal besar mesti menunggu giliran bongkar muat sesama kapal. pijatanmu membunuh penat. dua orang penyanyi perempuan sedang menyanyi sambil melenggak lenggokkan tubuhnya di hadapan seorang pria. berlembar lembar uang berpindah tangan, dari tangan seorang pria ke tangan ke dua penyanyi perempuan. konsentrasiku buruk, sengaja tak kubenahi, kubiarkan diriku tidak mengerti, tentang jenis lagu, syair dan judul lagu yang sedang menyerang telingaku. kau tahu diam diam aku melirik gerakan uang yang berpindah tangan.
kehidupan memang tidak mudah dimengerti, bagusnya tak ada yang memaksa seseorang untuk mengerti. kehidupan bukan sekolahan, tidak ada tugas, pekerjaan rumah, soal soal ujian, teori yang mau tak mau harus dihapal atau diingat ingat..
dari pundak turun ke lengan, pijatanmu mantap. kemudian telapak tangan. angin dingin terasa hangat. hampir senja tidak istimewa, ada setiap hari pada waktu yang sama. matahari pasti terbenam, tak peduli ada atau tiada yang menanti malam. sentuhanmu lebih istimewa dari seluruh senja sepanjang usia, kukatakan dan kupastikan tanpa peduli sepanjang apa usiaku.
aku berhenti sebentar, untuk mengingat apa yang ingin kucatat, yang belum kucatat. tentang perjalanan yang menukar tempat setiap orang. kita seperti selayaknya manusia, layak mengerjakan apa saja yang semula dikira sanggup mengubah sesuatu. mulanya seluruh dunia, akhirnya dunia kita, terakhir bukan dunia. jadi apa.
kapal terayun gelombang. kapal besar pasrah, terayun gelombang. karena laut lebih besar ketimbang kapal.
kita bertukar pemahaman tak terkatakan, ada kebenaran yang tak mengenal dirinya sendiri. padamu, padaku, pada setiap gerak dan suara yang sedang mengamati kita.
aku tidak berharap atau berdoa, hanya percaya segalanya akan baik baik saja. dan kusimpan segala yang baik baik saja diam diam. kau akan menemukan segala yang berbeda, asing, segala yang tak kusimpan diam diam, segala yang masih baik baik saja, yang masih berceceran dan kuacuhkan.
pijatanmu akan segera usai, segera kurindukan lagi, kapal belum merapat di dermaga. seolah berkata, laut masih laut, gelombang tak berhenti mengalun. sementara setiap lembar uang di tangan seorang pria telah berpindah ke tangan kedua penyanyi perempuan yang tak merebut apapun, hanya bernyanyi dan menggoyang tubuh, menikmati gerak dan suaranya sendiri.
genggaman tanganmu hangat dan lembut di tanganku. aku mulai membayangkan bagaimana rasanya merindukanmu. kau masih dekat, selalu dekat. aku tak dapat tersesat. tak akan kuucapkan selamat, tak perlu kupintakan rahmat. kau telah menemukan tempat aman tanpa alamat. persis matahari menemukan arah barat saat senja menyentuh angkasa*

*

jika bumi bundar, adakah yang dapat menghindari suatu tempat dengan berjalan menjauh tanpa henti. semakin lurus semakin segera mengitari lingkaran, kembali ke satu titik semula. berjalan ke depan, mau tak mau akan tiba kembali di belakang. maka ada yang mengatakan roda berputar, jika diam dan bersabar dengan sendirinya akan berpindah tempat. tak perlu ikut ikutan bergerak mengelilingi lingkaran yang sedang berputar, hanya agar berada di tempat yang tak ingin ditinggalkan.
cara memperbaiki kesalahan adalah dengan menanggung akibatnya, hingga benar benar terasa nikmat.
tak usah berjalan, apalagi berlari, jalan tak akan kemana mana.
belajar menjadi matahari, diam, merelakan bumi berputar sendiri, menciptakan ilusi fajar dan senja membatasi pertemuan dan perpisahan, terbit dan tenggelam. macam keyakinan, harapan, apa saja yang membuat mata berbinar*

Jumat, 19 September 2014

mencintaimu

sebelum hari itu langit hanya serupa langit. tidak ditumbuhi bukit, tidak mungkin berlarian di punggungnya, rebah di dadanya, menikmati hangatnya
hari itu, kutemukan kau memegang selmbar langit di tangamu. melambai lambai ditiup angin. selembar langit ditumbuhi bukit, hutan kecil, suara gemiricik.
langit bukan hanya hanya serupa langit, ketika kau mulai menerbangkan kupu kupu, aku menetas dari sebutir debu, tersangkut di bulu matamu.
segumpal awan baru terjaga dari seruas luka, basah dan merekah sekuntum bunga. menatapku, bertanya ragu, apakah aku baru bermimpi, tak pernah seindah ini.
langit itu tahu kubingkai hari itu, bukan hanya serupa langit, selembar gambar menyihir ruang.
aku bayang, aku sayang, kau terang. berkejaran di dinding kamar dalam selembar gambar, langit menyipitkan mata menatap hening*

Selasa, 16 September 2014

ajal

kekal. aku anak nakal, pernah tinggal kelas. kebanyakan berkhayal. alih alh belajar, aku mengejar. kehilangan, angan angan, berang berang, sarang. datang atau pulang, asal bergendengan tangan aku sudah senang*

bebal

aku menyerah, bukan mengalah. kalau kau paham, kau saja. aku cuma membaca hati, bukan menulis mimpi.
belum hatimu, hatiku sendiri masih buram kubaca, kalimatnya acak acakan. nanti, setelah kutemukan bagian yang kuabaikan. kukira hatimu baru akan mulai kueja, pelan pelan. serupa sehelai daun tenggelam. kau dapat mendengar aku berbisik, sejuk. sejuk, arusmu, persis seperti mimpi yang sempat kuingkari ketika tidak sendiri. aku menyerah, sebelum dikalahkan sesiapa. kau tertawalah, agar kudengar bel tanda pulang berdering nyaring, tanda usai belajar. kau benar, siapa ingin pintar, tak kuangkat tangan*

1/2

tengah hari. tak ada yang merangkak, berjalan atau berlari. benarkah waktu akhirnya menyerah pada kebebalan manusia.
setengah gelas kopi. ada kehangatan dalam tubuh, tidak berwarna hitam, hanya manis. menyerah merasakan rasa. kegerahan enggan tinggal, tak sanggup mencerna kejanggalan.
dingin pada telapak kaki, apakah karena baru mandi.
pasti sia sia, tapi jika tidak berpikir bisa gila.
setengah gila, pilihlah jalan tengah, atau tidak ke mana mana..
setengah hati. keterkaitan bikin pening.
nun jauh di sana, di dunia yang sama. di dalam bola kaca, beberapa orang menikmati mie ayam, beberapa orang mengayuh pedal, beberapa orang berciuman, beberapa orang baru terjaga, beberapa orang mencoba mengingat, beberapa orang berjuang, beberapa orang berguguran, beberapa... berapa orang. berabad abad telah lewat, belum usai mencatat. beberapa kalimat. berapa kalimat. berbaris baris. berlembar lembar. bertumpuk tumpuk.
beberapa kunyuk sedang khusyuk, memburu kutu rambut di kepala temannya. beberapa ekor burung bercericit di dahan dekat jendela, menceritakan segalanya.
ah, sudahlah sia sia, menuliskan cerita. membaca lebih berguna. mulai dari sudut kiri atas, file, edit, view, history, bookmark, tools, help. terasa asing. adakah yang tahu cara cepat dan tepat menjadi sinting.
dua ekor anak kucing sedang pulas, mendengkur. beberapa orang sedang bersyukur. beberapa, tak apa apa.
setengah mati, bangkit lagi. setengah lupa belahan jiwa, rindumu ombak, cintaku karang. mengalun, tak tergoyahkan...ealah...e alah...halah
setengah penuh setengah kosong, sama cukup meredakan haus.
setengah tidur setengah bangun, menghabiskan umur.
dekat sekali di sini, diam diam, padam dan terang terus berperang*

anti alergi

aku sedih. aku senang. apakah pengetahuan memberi sesuatu. yang berguna tidak selalu berharga. aku senang atau sedih hanyalah aku yang sama. ternyata kau ada, pada tiada, aku ada. lihatlah, kau percaya di lidahku ada jejak kopi, juga pada kekosongan gelas, kutemukan kau tertawa. kaugetarkan dunia dalam jantungku saja. merah, basah, merekah, seandainya mawar bisa jatuh cinta.
aku sedih atau senang. sekuntum mawar adalah mawar adalah mawar, tak perlu ditawar. dengar saja jantungku berdebar, persis kaubilang, kehidupan tak sebatas kesadaran. mawar menanam mawar di halaman musim hujan. hati memeluk hati di sembarang hari. bisakah matahari mengelilingi bumi.
senang dan sedih, bisakah dituliskan puisi. kudengar zombie mengunyah bunga matahari. apakah suara puisi, sedang menuliskan dirinya sendiri. mawar untuk senang, melati untuk sedih, semuanya wangi*

Minggu, 14 September 2014

katakan dengan sederhana,

apa yang menjadikan kita baik. alih alih menjawab aku menangis. apa yang membuatmu selalu menanyakan sesuatu yang membuatku terharu. waktu. kita. samakah dengan cinta. katakan saja jika butuh surga, jangan keras kepala. hirup udara, rasakan lega. seluruh dunia siap tenggelam dalam sebutir air mata.
ah, masa. tanyakan dengan mesra. wajahmu basah. jangan besar kepala, aku cuci muka. cintanya masih belepotan. kusengaja, biar kau tahu rasa*

sekarat

aku mulai tidak sabar, dengan waktu dan kedunguanku. belum menemukan kata, alih alih menyusun kalimat. semua keparat, juga tidak tepat. seharusnya aku minggat selagi masih sempat. sebelum terjerat.
sekarang sudah terlambat, terlanjut nikmat*

gasing

apa yang sedang berdiam di dalam aku. terasa penuh. mampat. berserakan, belum sempat kubereskan. kalau mau mengaku aku malas, sangat malas menata kehidupan. lebih baik begini, aku enggan menemukanmu sedang merenung, di balik buku, di antara debu.
apa aku khawatir menanggung ngilu, menemukan wajahmu yang sengaja kaubuat pilu. untukku, pasti bukan. kau telah sangat mengenal, sangat paham betapa aku mengecewakan. jadi kenapa. karena aku baik baik saja, bersandar pada kehampaan, mengada ada tentang keadaan. berlagak menyayangi ketidakpastian.
keputusasaan, kusebut saja demikian. bagaimana mungkin kita berbagi suhu tubuh dengan kematian.
jangan menampakkan diri, atau akan kubakar lagi. menghanguskan lebih menyenangkan ketimbang menghapus, untuk pemberontak tak bertuan. api juga tampan, sehangat pelukan. bukan aku yang bilang, tapi seseorang yang mengusirku ke luar. keterasingan yang menyumbat, mendirikan sekat, memilah milah kesadaran dan pengetahuan.
apakah ampas menelan ampas. kita impas, neraka tidak panas, hanya asap kehilangan api, tak tahu asalnya sendiri. mari bermimpi atau mendengkur, agar semua tahu kita sedang tidur, bukan menggali sumur, apalagi kubur*

Sabtu, 13 September 2014

satu menit

dunia telah jatuh cinta pada manusia. tak ada yang istimewa. rayuan, tawa manja, janji janji mesra, ah. tak ada yang sesejuk tanah di pagi buta. tak ada buta, tak ada mata. lantas apa, abakadabra. ya, hanya mantra. apa saja, demi cemburumu tetap menyala*

saat menenggak laut di musim ubur ubur

selamat tinggal masa depan. aku telah datang saat kau pulas. kulihat dalam benakmu manusia manusia bertelur, terbang mendengung, mirip nyamuk, bedanya bertanduk. kau duduk di antara peti peti berkilat, tepat di atas kata awas yang tertulis pada setiap sisi. kau tidak mengenalku, aku tak menyambutmu. sengaja begitu. seperti kalimat tua, tak kenal maka tak sayang, tak perlu repot berjabat tangan. kukira kau sangat letih setelah berbasa basi sepanjang hari.
haruskah kutawari kau segelas kopi. dalam gelas plastik.selamat menikmati hari, lebih dari tujuh, dan tak pernah kembali ke akhir minggu. setiap hari menjadi awal, pekerjaannya mengawal, memastikan semua hilang. hanya demi sebuah salam, damai, sejahtera, panjang usia. dan aku itulah sesuatu yang jauh, yang tak sanggup kaurengkuh.
aku selalu lupa menghalangi udara, udara bersalah, keras kepala, mengunjungi rongga dada. berharap menemukan aku sedang berjaga demi tubuhku yang gentar pada kerapuhan. mengembang dan menguncup, senada gelombang. aku masih ingin punya sayap. kau melayang, dengan apa, membran, transparan.
jubah kebesaran, selamat tinggal masa depan. aku buih, mencoba memecahkan teka teki*

Kamis, 11 September 2014

puzzle

jalan, tidak harus melangkah, menggerakkan sepasang kaki bergantian. kita bertiga, seperti dulu, duduk berdekatan, bertukar suara. mengacuhkan makna kata.
ayo jalan.
beli vodka.
gila.
kau, aku dan teman kita. duduk mengelilingi sebuah meja. patahan jalan berserakan di atas meja tak beralas. kopi hitam, sigaret, dua lelaki, satu perempuan. air dan angin mengalir, gemericik, ringan, redam.
sejak lama kita memendam kerinduan yang sama, yang diulang ulang, untuk pulang.
dari jalan berkelok mendaki bukit hingga tikungan tikungan tajam mendekati pantai. teman kita menyembunyikan sebotol besar vodka di balik jaketnya. aku bernyanyi, melawan hening dan deru mesin.
lagu cinta. untuk cinta yang tak sabar menemukan kita.
dia malu, segan kalau kau tahu dia menyembunyikan vodka di kantong jaketnya.
dia lucu, selalu resah bila kau tak ada di antara kita. katanya, aku sinting, bikin pusing.
aku dan dia berbagi segalanya, cerita, tawa, kecewa, vodka, dan berharap kau selalu ada.
aku tak tahu mesti menulis apa. ketika segalanya tak lagi sederhana, teman kita mengirimkan kalimat kalimat yang membuatku tak tahu mesti menulis apa. untuk kau dan aku, yang ingin dunia juga membaca.
Jika suatu hari engkau kehilangan tempat menabur benihmu Maka hujan yang turun akan memberitahu di mana engkau taburkan benihmu Oleh karenanya, taburkanlah kebaikan di bagian bumi mana pun dan di kolong langit mana pun serta kepada siapa pun Karena engkau tidak tahu, di mana engkau memperolehnya dan kapan engkau mendapatkannya Tanamlah kebaikan meskipun bukan pada tempatnya Karena kebaikan tidak akan sia-sia di mana saja engkau menanamnya Sungguh indah pemberian Terkadang engkau mendapatkan balasannya di dunia atau menjadi simpanan bagimu di akhirat Jangan engkau ambil kegembiraan seseorang dan jangan engkau tekan hati seseorang Usia kita sebentar, sisa-sisa peninggalan akan tetap ada meskipun pelakunya telah tiada Hadiah untuk saudara-saudaraku yang baik (Penrjemah: Marwan}
aku hanya dapat membaca, kau dan dia selalu ada. selalu menemukan kita sedang memperdebatkan cinta yang geleng geleng kepala, berkata pelan, ah manusia*

Rabu, 10 September 2014

beberapa akibat tidak butuh sebab

kenapa kau tidak sembunyi. kau siap mati. siap tak siap semua pasti mati.
kenapa bangga betul, tentang berani mati. kau tak bunuh diri.
karena hidup secantik pasir, tajam menusuk telapak kaki, saat kau lari. pecahan kulit kerang dan ombak, dan angin, alangkah genit. dia berjalan tertatih dan tertawa tawa, dasar anak kecil.
anak kecil tak menyusun kalimat penyesalan, tak menyesali susunan kalimat. bangsa ikan seakan tak punya organ. air asin tak bikin dahaga, tak merusak ginjal. pantai. kau suka pantai, laut, kau belum bertemu paus. kau puas, meski kepanasan, hangus, haus. kepuasan tak dapat dihapus, juga keputusasaan.
ayo sini, main petak umpat. kau melompat, bergulat, bersilat, berkutat. dan masih puas.
apakah kau seorang malaikat. kau dekat. segalanya hangat. kau bukan bangsat.
sembilan puluh enam abad yang lalu, sebutir kacang memanjat orang, melewati segumpal demi segumpal awan, hingga tiba di sebuah tepi. sepanjang sisinya ditumbuhi rumpun stroberi. beribu ribu kelelawar berdiri tegak. memandang sehelai bendera sedang berdansa. cha cha cha. udang berbaris. ubur ubur menggali sumur. kau terjun. meluncur serupa mutiara. menjadi bubur kental dan sejuk setelah dituangi balok balok kaca, masing masing berisi angka, mungkin bukan angka, tapi angsa. tak ada kapal, tak ada baling baling. dua puluh sembilan jam kemudian pohon kelapa tumbuh lebih tinggi dari kepala orang. ketika kaubelah buah kelapa menyemburkan air mata, pandai bercerita, berani bersumpah semuanya nyata. sigung seharum parfum. guling setinggi gunung. hutan dan hujan dalam lubang hidung. kau belum tidur.
sore bersenandung. hari yang ranum. kau mencium selembar kain bergambar bebek kecil berbulu kuning. lantas bergegas bangkit. meninggalkan kenangan hangat di kursi. lalu berlari menyambut kereta api. apa gerangan di balik daging, tulang atau kulit. kau seorang diri, hanya seorang diri. kau lirih. kau mimpi. kau datang dan pergi. setidaknya kau tahu, otak dipenuhi cacahan waktu. alangkah ajaib. dia tak pernah buntu. jemari tangannya lincah memunguti setiap keping warna warni.
kau racun. kau hidup. tumbuh lalu jatuh. kegirangan menemukan teman. kepastian cuma bahan tertawaan*

buncah

seringkali, ingin kutuliskan makna. rasanya seperti cinta.
kita baik baik saja. menutupi tubuh dengan selimut, seakan yakin dingin menyerang, berhasrat menguasai ruang lalu sekujur badan. rasanya serupa kesadaran. tidak, masih terasa seperti cinta.
pohon pohon berlari, dengan hati hati kususun kata, kau pantas disebut indah. bukan nama, makna. rasanya akan sia sia. tidak, masih terasa seperti cinta.
kegagalan demi kegagalan mengeras. bundar, padat, buram, seperti permata belum diasah. juga seperti cinta.
maukah kaulupakan semua kemiripan kita. aku ingin mencintaimu begitu saja. mencintaimu tanpa merasakan apa apa*