Tak ada
keikhlasan dalam setiap tulisan. Maka aku menulis.
Terlampau
banyak angan angan dalam kehidupan. Aku memandang kenyataan.
Untukku,
untuk yang sayang, untuk teman teman. Karena tuhan maha penyayang.
Sebagian
orang dapat saling membaca ketidakikhlasan, menuliskan kesalahan. Sebagian lainnya
mencoba memahami ketidakikhlasan, membaca kebenaran. Bergantian. Berulang ulang.
Hanya tuhan,
tuhan merangkai kebenaran dan kesalahan, helai demi helai, disatukannya dengan
ketulusan hati.
Sesaat kemudian,
tuhan menjelma kanak kanak, berlari, terjatuh beberapa kali, menuruni lereng
bukit. Pada sepetak tanah landai, beberapa manusia aneka rupa dan usia sedang
bercengkrama. Kanak kanak berdiri, baju dan wajahnya lusuh setelah beberapa
kali terjatuh. Agak canggung, kanak kanak mengembangkan senyum. Kedua tangannya
berada di balik punggung, menggenggam karangan kembang liar. Seikat kembang
liar yang tanaman maupun bibitnya tak dijual di manapun, dan tak ada yang pernah
menanamnya di halaman rumah.
Kenyataan menemukan
tuhan sedang memandangku, penuh sayang, serupa kanak kanak memandang semua orang
yang sedang bercengkrama di sepetak tanah landai.
Tak ada
keikhlasan dalam setiap tulisan. Hanya saling pandang, kemudian senyuman, tuhan
maha penyayang*