Minggu, 29 Juni 2014

*

menikmati kelesuan. bukan belajar tapi keharusan. segalanya harus dinikmati supaya nikmat. jangan beri semangat, nanti bakal mekar sendiri pada saatnya. seperti kelesuan, semua tahu kapan mesti datang kapan waktunya pergi. diam saja, nikmat. serupa buku buku tua tidak menolak kerapuhan dan debu, isinya utuh. kelesuan peluklah siapa saja yang dekat, seperti sekarang. hangat. kelesuan jangan malu malu, tak ada yang akan mengusirmu. ke sinilah, menikmati kopi*

*

kapan lagi selain hari ini. karena gerah dan sepi. bosan dan lambat. diam di rumah, menikmati kemalasan selezat jus alpukat kental, kebanyakan disiram pasta coklat. tak ada peristiwa penting hari ini. semuanya biasa. dan seperti biasanya, aku kangen padamu.
ada banyak hal yang ingin kukatakan. kau pasti tak suka. aku selalu ingin mengatakan banyak hal yang tidak istimewa. cape deh. secakep cakepnya aku, secinta cintanya kau, tak akan dapat meningkatkan mutu ocehanku. makanya kau sering tertidur saat bersamaku. kau punya kalimat andalan untuk menghiburku, meredakan amarahku, mengasah kebodohanku. tak akan kukatakan, cukup kudengar dan masih mempan.
tidak apa apa. kehidupan memang demikian. mengharukan. haru menurut bayanganku adalah rasa senang dalam kesedihan. atau rasa sedih dalam kesenangan. tidak apa kalau salah. sudah biasa. aku kangen padamu. cuma kangen. pasti nikmat kalau kau dan aku sekarang berdekatan seperti kemarin siang. bicara tentang tuhan, yang maha besar, maha melihat, sebesar apa matanya, bagaimana kalau kelilipan, siapa dapat meniup debu di mata tuhan yang maha besar.
aku ingin kau ada, membuatku tertawa. aku kangen padamu, aku kangen makan siomay bandung. aku juga kangen duduk di lesehan menyantap lalapan dan nasi uduk. malah kangen banget pada es puter di depan bekas sekolahmu, katamu beda, kubilang tidak biasanya es puter pakai kacang merah*

tahajud

di sini malam begitu berseri. wangi dan merdu. penuh gerak sayap dan suara suara musim semi. kau mimpi atau pagi. malam menggeleng, mengacaukan hiasan rambutnya, berjatuhan ke langit. dapatkah meramal masa depan dengan memandang susunan bintang bintang. tidak beraturan, tidak pula berantakan. kau mata hati, lebih terang dari matahari.
di sini, waktu tak kenal pagi, musim adalah kata hati. hangat dan manis. kau hidup atau mati. malam mengedip, meneteskan mata air, berserakan di tanah. dapatkah air mata menjernihkan wajah. tidak berasa, tidak pula hampa. kau mata kaki, lebih perkasa dari matahari*

Sabtu, 28 Juni 2014

kata siapa, pahlawan atau pelacur

lebih baik gugur daripada menganggur*

lemari kayu masih menunggu

selemari baju berebut perhatian, akan kujaga tubuhmu.
satu satunya tubuh tersipu, pura pura mengacuhkan ketulusan setumpuk baju.
lemari kayu menunggu, tak sabar hendak menutup pintu.
sepasang mata diserang kebimbangan, sanggupkah satu tubuh membalas perhatian selemari baju.
baju baju dalam lemari serempak berseru, kau dapat mengandalkan aku.
setelah memutuskan mengenakan sehelai baju, tubuh berpaling ke arah cermin. menemukan sepasang mata mengamati sehelai baju menutupi satu tubuh. sepasang mata lantas kecewa, tak tahu kepada siapa mengeluh, sehelai baju atau satu tubuh, mana kesungguhanmu*

*

sore itu tahu apa yang bersemayam di pikiran orang orang. mereka menatap laut bergelombang rendah, kesamaran angin, ketumpulan rindu. deru mesin kapal, seruan burung burung pemakan ikan, mereka bukan bagian yang mengerti bagaimana cara menceritakan ketidakpahaman yang menghibur. dengan warna langit menjelang senja dan suara anak anak pembeli es lilin.
sore yang wajar, secara tidak dibuat buat menyimpan kenangan, tak pernah sendirian. tak pernah mempertanyakan apapun yang tak mudah dilupakan. saat tak ada di sana, tak ada yang harus datang untuk hilang. setiap tangan menggenggam harta karunnya masing masing, orang orang dan rasa aman, terlindung atau terbendung dalam angan. air keruh tidak membunuh, kebusukan tidak mengganggu, sore itu tahu.
tak ada aku di situ. dalam khayalan orang orang dalam perjalanan semua ikan, dari laut sampai meja makan. tak ada ikan terlahir demi menggenapi nubuat mengenyangkan orang. matahari hampir terbenam.
ayo pulang, orang orang saling mengajak. sore itu tidak beranjak, tidak menyambut atau menolak ajakan setiap orang. sore sungguh tahu, sejak semula tak ada yang melihatnya di situ*

*

kau kekasihku. kau kekasihku. kau kekasihku. aku terus berkata kata sebelum aku bisu, sebelum kau dan aku bertemu*

mencari kehilangan

semua masih sama. aku tidak hilang, tidak dalam. aku masih merasa harus tenggelam. bukan cuma berkubang, seperti kerbau di ladang. jangan bilang jangan, meski kaupelankan suara. aku mendengar.
kita akan jalan jalan, bulan bagus, jalan lurus. mencari bangku untuk meletakkan sebuah buku. akan kuseduhkan lagi keterasingan dan kehampaan dalam segelas keramahtamahan. bukan basi basi, aku siap mati dalam perjalanan menemukan kehilangan.
kehilangan masih sama. belum datang, tidak terang. jangan tanyakan, aku tidak paham. gelas tua tahu, aku tak tahu apa kebahagiaan dan kesedihan dapat bersatu, tak terpisahkan macam kau dan aku dalam sebuah buku*

gamang

di sudut, keraguan berparas lugu selalu menatapku. percayalah pada kebaikan. dia tidak cacat, hanya tidak mengingat, tidak mencatat, tidak meralat. hujan tidak mencurahkan demam, genangan air tidak menenggelamkan kepala, banjir tidak merobohkan dinding.
seandainya aku tidak berandai andai menjadi pandai, hanya menghabiskan waktu untuk bersantai. semua pasti mengalir ke arah pantai, landai, hangat, pagi atau malam sama sebentar.
keraguan bergeming, di wajahnya kutemukan kedamaian menyeringai, taringnya mengintip, berkilau tajam. kaulihat kepustusasaan sedang tawar menawar, harga diri atau harapan. dia tidak tersesat, hanya tidak beranjak, tidak mencari jalan, tidak pulang.
kalau waktu bukan musuh, kami dapat bersekutu meluruskan setiap sudut. atau beringsut, tidak takut, hanya menunduk, mengamati barisan semut, pindah sarang atau bertualang*

Kamis, 26 Juni 2014

?

kenapa kaubiarkan aku terus menulis. kau sangat puitis. aku pahit. lidahkah, jiwakah, hati atau jantungku, yang paling pahit. kau teramat manis. aku ingin habis, seperti puntung sigaret di asbak itu, berbaring dekat lembut dan hangat abu. mengenang jari tanganmu menjepit dan menyulutkan api, bibirmu mengapit, dadamu menghisap, darahmu hangat, hembusanmu mantap. cuma itu. aku mau mesum, biar kau senyum, atau segera menginjakku sampai remuk. apakah surga senikmat orgasme*

buah tangan

bahasa kehidupan melulu bicara tentang kematian. kematian setiap orang serupa daftar nama, pedagang kaki lima, halaman majalah, tempat penitipan kendaraan. tersusun penuh, berjajar.
mendaki meja, berdiri di puncaknya, mengayunkan bendera. kuulurkan tanganku ke arahmu, ikutlah dungu. jangan biarkan yang bukan manusia menguasai meja. tanyakan pada kursi tentang kehangatan punggung dan pantat, aroma dan irama ayunan kaki. setelah menjadikan meja paham, mungkin mendatangkan kepuasan.
tanggal hitam, waktunya berkencan. orang awam dengan segumpal awan. bicara bahasa kematian, tentang kehidupan, setelah bosan berciuman. setan menciptakan alasan. setelah tuhan menciptakan orang*

*

terlalu awal untuk menyadari bahwa hidup menjemukan. katakan aku resah. agar segera kureguk habis minumannya. supaya kau selalu punya alasan untuk secepatnya kembali mengisi gelasnya. aku perlu menghancurkan banyak dunia hingga tak lagi mengacaukan satu dunia tanpa sengaja. katakan aku nelangsa, kalau bisa. tak ada siapapun yang pantas dituduh mengubah dunai selain aku, mengerikan sekali. bukan pekerjaan sulit, betapa ngerinya segala yang mudah, yang dapat terjadi begitu saja. seperti menghabiskan minuman ringan kalengan.
kau yang mencintaiku begitu saja. katakan aku salah. karena sangat khawatir aku benar. aku tak butuh belajar, tak suka kehancuran. kesedihan sangat memuakkan. kesedihan bagian dari kebenaran atau pembenaran. katakan sudah kubilang, tapi tolong sumbat dulu dua telingaku dengan kebisingan, aku ingin pura pura tak dengar. aku tak butuh aku. kalau kau yang butuh aku, dengarlah keluhanku, demi kebaikanku.
hahaha. aku seperti aku, merasa dapat mencintaimu*

Rabu, 25 Juni 2014

anak kucing kertas

selembar kertas girang saat kau berhasil melipatnya jadi kapal. kini aku tak lagi datar.
air dalam parit berkecipak riang ketika kaularungkan kapal kertas. kini aku tak mengalir sendirian.
sebentar kemudian kapal kertas tak lagi tegar. arus kecil dan gelembang tenang mengacaukan pelayaran.
kapal kertas cepat basah kuyup, lunglai. tidak pecah atau karam, kapal kertas hanyut, pasrah timbul tenggelam, lipatannya tak bertahan. kapal kertas kehilangan bentuk, tak lagi terlihat serupa kapal sedang berlayar, semakin lama kian menggumpal seakan akan selembar kertas yang dibuang sembarangan setelah dilipat asal asalan.
kau tidak bertanya, kapal kertas sekarang berpikir apa. hanya memandang, sebentar, hingga kapal kertas benar benar lenyap.
tanpa bimbang kau meninggalkan tepian parit. melangkah ringan, kembali ke teras rumah. di mana kertas kertas yang belum dilipat saling tindih dengan sesama kertas di atas lantai.
kau menatap setumpuk kertas lipat, bertanya hanya dalam kepalamu saja, enaknya melipat apa, selain kapal.
kertas lipat paling atas pada tumpukannya berdebar, berharap kau tak lagi melipatnya jadi kapal. kertas tak pandai berlayar meskipun telah dilipat jadi kapal.
beberapa saat kemudian selembar kertas jadi bersemangat. kau melipatnya jadi pesawat terbang. masih siang, aku tak sabar menanti kauterbangkan.
lantai selalu siap manyambut pendaratan pesawat terbang kertas.
seekor anak kucing tidur pulas di dekat pintu, tak terlibat dalam petualangan. punggungnya berkedut pelan ketika pesawat terbang kertas mendarat di sana. kau sengaja membidiknya dengan pesawat terbang kertas karena ingin mengajaknya bermain. anak kucing bermata bundar tidak terusik.
pesawat terbang kertas tak terkoyak. burung kertas mestinya lebih menarik di mata bundar seekor anak kucing.
kau tak berpikir, kau memandang sekeliling sebelum berlari ke arah suara yang memanggil namamu. setumpuk kertas belum terlipat di lantai khawatir kaulupakan. aku ingin kaulipat menjadi sesuatu*

Selasa, 24 Juni 2014

here, there n everywhere

aku mungkin tidak mencintaimu sampai mati. tapi lagu itu, setiap kali mendengarnya aku merasa hampa. hampa mungkin tidak sama dengan cinta. tapi kau mengisinya, dengan sesuatu yang selalu habis kureguk. bukan air atau anggur, tapi rasa haus. haus yang tidak mengharuskanku meminta apa apa, tidak juga kenikmatan air atau anggur, tidak cinta, bukan kita, tapi nyata. seperti kelopak kelopak bunga, penuh warna, harum pula. untuk apa. kesementaraan yang tidak mencari makna. pasrah. moment indah. the present. the beatles*

percakapan siang dengan seorang teman

bagaimana mereka semua sok tahu tentangmu. bagaimana jika kau tak tahu. betapa buruknya kejahatan. kalau tahu, masa akan kaubiarkan. atau kau menyembunyikan sesuatu, perasaan. alam semesta terlalu luas untuk kulihat. mungkin nun jauh di sana sedang menyala kilat, pusaran angin bercampur es dan air, tabrakan benda benda angkasa, ledakan, sejuta topan badai. haha...sejuta topan badai adalah seruan yang mungkin diterjemahkan dari serapah, yang diteriakkan seorang kapten dalam sebuah cerita petualangan kanak kanak.
ya. mungkin nun jaun dari bumi, sedang berkecamuk sejuta topan badai, curahan rasamu yang tak terbendung saat kau teringat aku atau siapa saja menjengkelkanmu. kau tahu, aku menyangka kau pura pura bersabar. demi beberapa milyar orang. seandainya aku benar, kau pura pura bersabar, tidakkah itu layak kaukerjakan. demi beberapa milyar orang. selain kau, tak ada yang dapat berbuat begitu, tidak demi seseorang paling istimewa, atau beberapa milyar orang. tak ada yang bisa.
bagaimana aku bisa seperti mereka, penuh prasangka tentang segalanya. sok tahu, kau maha tahu*

syarah

setelah kukatakan, tadi ikanku dimakan kucing. adakah seorang pendengar yang menangis. bila ada, apakah seseorang tersebut sedang menangisi ikanku yang kubilang tadi dimakan kucing. apakah akan kutanyakan, kenapa, kepada seseorang yang sedang menangis, atau lebih baik kutunggu sesaat hingga tangisnya reda. atau aku hanya akan berkata, ah sudahlah, lupakan saja, tidak penting sama sekali. atau akan kukecam kecengengannya dengan kalimat tajam semacam, untuk apa kausia siakan air mata, bisa saja aku hanya menatap dengan pandangan merendahkan ke arah matanya yang basah.
ah, alangkah senangnya bahwa tak pernah kupikirkan panjang panjang sebelum kulontarkan perkataan yang manapun. alangkah beruntungnya aku bukan sesiapa yang mengatakan apa yang sanggup mengubah keadaan.
sebaliknya sebagai pendengar, betapa girangnya bila suatu ketika kutemukan seseorang yang mampu membuatku menangis atau tertawa setelah kudengar perkataannya. mungkin aku akan merasa hebat, peka, peduli dan mau mengerti masalah orang lain. betapa mengharukan, saat aku menangis atau tertawa, mendengar kenyataan yang untukku tidak benar benar nyata*

*

manusia manuisa masa lalu selalu khawatir langit akan runtuh menimpa kepala mereka suatu ketika, mengubur seluruh daratan dan laut. adakah yang lebih logis. karena tak ada yang pernah melihat penyangga langit hingga sekarang. langit mengapung atau melayang, seperti selamanya. kemudian manusia menyadari bumi tidak datar, bundar, juga melayang meski tidak bebas. dan langit bukan selubung yang dapat mengkerut atau mengatup, tak mungkin runtuh. maka manusia kehilangan kekhawatiran besar, terpaksa mencemaskan segala yang tidak standar. kalau ada alasan bagus untuk belajar dari masa lalu. adakah yang sanggup mengajari cara mengingat kekhawatiran terbesar yang ternyata kemudian terbukti sangat tidak masuk akal. keruntuhan langit, bagaimana caranya membangkitkan imajinasi kengerian tertimpa sesuatu yang begitu luas tak bertepi, sesuatu yang warnanya dapat berganti ganti, sesuatu yang tinggi, sesuatu yang belum pernah didatangi, sesuatu yang tidak terjamah. terbang setinggi apapun, di luar angkasa sekalipun, tidak ada yang pernah mendekati langit. langit benar benar ada atau hanya sebuah nama*

pertanyaan

aku harus malu. gagal mematuhi kata kataku. aku diam, tak boleh ada yang tahu kegagalanku lebih dari satu. mengendalikan diri karena belum menjelma sebutir peluru yang melubangi jantungmu. manusia tak sanggup berhenti menyukai kuda kuda yang berpacu dalam gambar, mengejar keberuntungan.
hatiku pilu. mengenang kebahagiaan menyenangkan orang. berkhayal tuhan perlu jembatan, gemar menyeberangi hutan. rumah tuhan, rumah setan, di halaman iklan. aku tidak bimbang. kupetik bintang satu persatu sambil merapal, yang terakhir disebutkan jadi pilihan. tapi larut malam, bintang bintang menghindar. kupetik kembang. sekarang aku harus memilih pujaan untuk diberi pujian.
kau harus tahu, aku plin plan saat ada yang menurunkan hujan. itu wajar, aku mendengar kebisuan bermain kelereng. peri peri bertelinga runcing, putri berekor ikan, meja bersayap, pengeran berjerawat, pedang berambut panjang, tikus tikus berjubah cahaya, sepasang nisan saling pandang.
kebenaran tidak pecah, tapi menetas, anak anaknya belum bernama.
apa jadinya aku, tanpa kemaluanku. kutanyakan tanpa malu. apa terasa aman. saat semua telah hilang, hilangkah kecemasan akan kehilangan. siapa yang datang tuhan atau setan, atau hanya ciuman yang membangkitkan kematian*

Senin, 23 Juni 2014

kultus

kau mau aku melupakan apa. aku tak ingat apa apa. ini jus mangga.
kau mau aku menyerahkan apa. tak ada yang berharga. ini manisan mangga.
kau mau aku mengerjakan apa. aku tak ada daya. ini pohon mangga.
mungkin kelak akan kuhidangkan puding, cake, cookies. semuanya berasa mangga. suka tak suka, tak akan kutanya. nikmati saja hingga musim mangga berakhir. atau ada yang menawarkan dunia lain, dunia tanpa musim yang tersembunyi dalam kantong bajumu. tak ada pohon di situ, burung burung terlahir dari angin. orang orang tak perlu kencing. menara menara miring.
mataku ingat sesuatu, rasa bibirmu di musim rindu*

lari pagi

akhirnya kutemukan lagi, diriku sendiri. dia masih sama, memandangku, putus asa, bertanya, belum bosan menjalani kehidupan.
aku jarang makan.
nah, mati kelaparan tidak gampang kan.
memang. tapi bukan ingin mati, aku cuma ingin mendengar lambungku berbunyi.
nah, itu lebih tolol lagi.
bisakah kita bicara baik baik.
baik baik. kaubutuh kubilang berapa kali.
aku tahu, dia selalu begitu, diam diam aku berniat meracuninya dengan asap. oh, tapi ini sangat memuakkan. aku bukan lagi anak baru gamang.
oke. aku diam. sementara menunggu kau akhirnya cukup gamang untuk berkata, jalan masih panjang.
hahaha...
dia menggandeng tanganku, menyeretku berlari. aku geli melihat dua orang sedang berlari kencang sambil bergandengan tangan. mereka pasti sehat, larinya kencang, salah seorang malah tertawa tanpa henti*

Minggu, 22 Juni 2014

tentang kalian

ini tentang kalian, yang mestinya kukatakan. dan seperti seringkali, yang mesti dikatakan menjadi tak terkatakan untuk yang tak biasa bicara di keramaian. kalian menjadikan dunia sangat nyata. kalian menjadi catatan. kalian menjadikan aku mestinya mengatakan yang tak terkatakan. kalian menjadikan aku teman. kalian menjadikan aku tak bisa diam.
aku berhutang hati pada kalian. tak punya apa apa, pun tak ada meski hanya sekedar rencana untuk melunasi apa apa. mungkin aku salah, pasti salah dan seperti biasanya merasa baik baik saja. ini menyenangkan sekaligus menakutkan, ketidaktahuan. kalian menjadikan sangat banyak ketidaktahuan. yang semula tak pernah ada, tak terpikirkan, tak terbayangkan, tak terelakkan.
kembali teringat kebersamaan, kehangatan, kenyamanan, kecanduan. lebih dari kopi dan sigaret jenis apapun, kalian kunikmati sepenuh hati. setidaknya malam ini, kukatakan pada diriku sendiri.
mestinya kukatakan yang tak terkatakan, aku harus pergi, maaf telah kukhianati cintaku pada diri sendiri.
kalian mestinya mengatakan yang tak terkatakan, aku keras hati atau tak tahu diri, kemudian pergi, agar aku dapat sendirian menikmati perih sambil terus mengasihani diri sendiri.
tiba tiba dia datang, kukira dari masa depan, seperti biasanya aku mungkin salah. entah mengapa atau bagaimana dia tiba tiba menyebutkan nama nama yang telah tiada. ada yang bagus, ma. kubilang sebentar, aku mesti menulis ini. dia menyela, bagus ma, sebentar saja. aku mendengar suaranya bicara, tentang einstein dan charlie caplin. yang satunya berkata, dunia mengerti semua yang kaukatakan meski tak sepatah katapun kaubicara. yang lain berkata, seluruh dunia mengagumimu meski tak mengerti semua yang kaukatakan. dia yang memanggilku mama bertanya, bagus kan. aku menatapnya tersenyum, takjub..
aku teringat kalian, yang menjadikan dunia sangat nyata. menyenangkan sekaligus menakutkan. mestinya kukatakan yang tak terkatakan, serupa mengenal tuhan. tak tertahan. mendengarkan bisikan mesra di kedua telingaku, kau tak akan pernah sepenuhnya paham, aku mengerti kau luar dalam.
kuhembuskan kata entah, bersama asap. entah berharap, entah senyap, entah lenyap. mestinya kukatakan yang tak terkatakan, maaf, sebelum kukatakan terima kasih, kepada setiap hati yang mengenal dirinya sendiri*

Kamis, 19 Juni 2014

lagu lama

masih adakah yang tidak basi hari ini. seandainya ditanyakan pada seorang penjual nasi tentu sangat tidak etis. apakah etis belum basi hari ini. nangis saja biar asyik. pura pura tak sanggup menahan kesedihan atau kebahagiaan. perasaan perasaan samar. coba jelaskan rasanya sigaret murahan.
hmm, nikmat. nikmat adalah ungkapan syukur, bukan hujatan. serasa bergulat dengan tuhan. akhirnya kukatakan, semacam kecelakaan. aku tak mau bertanggung jawab. bukan tentang pikiran menentukan pilihan, tapi kebutuhan. persis yang dikatakan seorang teman, aku dan dia adalah pemakai kesedihan. kami menghisapnya setiap waktu, kemudian menghembuskannya keluar bersama kebahagiaan. diselingi diam dan percakapan, tentang korban dan pahlawan, tentang jantung dan hati, tentang beras dan nasi. bagaimanapun, kita hanya harus menanti tibanya suatu hari yang akan menghentikan setiap debat, membuyarkan semua kesepakatan. hari itu akan kita peringati sebagai hari kesaktian asu sila*

*

kuulangi seribu kali sampai mengerti. setelah lebih dari seribu kali, aku berkata pada diriku sendiri, aku tak perlu mengerti hanya butuh mengulang kembali sampai tak bisa kuhitung lagi*

Rabu, 18 Juni 2014

kotbah di bukit

ya, kau benar, aku tak pernah puas, tak pernah belajar. satu semesta tak akan cukup, untuk meyakinkan sebuah jiwa yang meragukan dirinya. tapi jangan menyerah, kuteriakkan megah, seolah kumiliki kuasa untuk mengubah warna sehelai rambutku tanpa semir. aku ingin melihat kau nyengir, sebelum bersabda demi kebaikan seluruh umat manusia, berbahagialah yang sekarang sinting, karena kesintingannya mengubah setiap ingin menjadi angin*

*

aku mabuk, dalam kehendak mencintai kehidupan. lalu diam. apakah diam juga penolakan. aku bimbang, menutup mata pada semua kata. bila kau peduli, sesatkan aku, dalam suka, dalam damba, dalam nyala, dalam pasrah, yang bukan cuma kata*

Minggu, 15 Juni 2014

takabur

saat aku sedang getir, tak ada petir sudi menyambar. hanya terlihat kilat membentur kaca jendela. aku mencibir ke arah langit. masa begitu disebut dahsyat, aku cuma berlindung di bawah atap, bobrok dan rapuh pula. buat apa jadi petir kalau tak sanggup menghanguskan getir*

Sabtu, 14 Juni 2014

menulis tanda baca

malam cerah koma bulan purnama titik
kulihat angkasa koma kau sedang membaca titik*

wong

iblis sangat licik. manusia sangat picik. tuhan sangat becik.
cik cik cik. bahasa sangat pelik, kata wong cilik.
ah, itu politik. sudah jangan nangis. mending mikir gimana caranya dapat duit.
suit suit suit. ada mahluk cantik, matanya sedang mendelik.
harus demikian kalau mau riang, memastikan ketidakpastian.
orang bilang, tenang saja, itu namanya perubahan jaman.
oh, jaman, semua pasti kenal yang namanya jaman. elok serupa taman, menghibur seperti teman.
silahkan ditelan, pelan pelan sambil jalan jalan mencari alasan, atau tujuan. syukur syukur kalau ketemu tuhan yang sedang butuh pelukan. atau setan yang sedang galau mendambakan pengakuan.
tak usah resah, tuhan dan setan jarang berkeliaran. paling paling bakal berjumpa seniman kesepian, mereka sangat banyak, berserakan di jalan, bedecak dan besiul, menggeleng dan mengangguk.
mirip burung, bebas atau terkurung tak tampak murung.
ternyata bikin syair lagu itu sulit. bahkan lagu paling norak macam satu lagu tentang sutil, upil dan pentil. menjadi memuakkan tidak gampang. tantangan yang lebih seru daripada melupakanmu yang gagal melupakanku. tuhan itu satu, satu sama dengan seribu. dari kecil kita tahu, angka nol artinya kosong*

Jumat, 13 Juni 2014

perkenalan

mari bicara cinta. itu yang kusuka, bicara cinta. karena suka jadi mudah. bicara cinta. semua yang bisa bicara pasti bisa bicara cinta. pilihkan bahasa yang sama. bicara cinta beda bahasa dapat meruntuhkan dunia. ini tentang apa, bicara, bahasa, atau cinta. wah...jangan tanya, aku tak bisa jawab. bicara cinta saja, jangan biarkan aku gila atau menenggak racun serangga. gila atau mati sama sama kampungan. jangan biarkan. mari bicara cinta. oh iya, namaku bunga*

*

bila aku adalah kau, apa sebabnya aku tidak berhenti. pencipta terus mencipta demi apa, selain kesempurnaan. bego betul mengatakannya. dari awal kalimat, bila aku adalah kau. tidakkah lebih santun lagi masuk akal, seandainya kutulis, bila kau adalah aku. kau dapat menjadi aku, aku tak pernah dapat mengerti kau. menjengkelkan ya, diremehkan. maaf, bukan niatku, cuma kebiasaan. seperti kau juga, maha pemaaf. maha pemaaf tentu terbiasa memaafkan, selalu dan segala. manakah lebih berharga, kejujuran atau kebenaran. manakah lebih kausuka, kepercayaan atau kepasrahan. sepertinya membandingkan dua hal yang niscaya, tak terpisahkan. tapi kau tahu maksudku, yang sering gagal kusampaikan. merendahkan aku, apakah setara dengan meragukan pemahamanmu. aku perlu banyak bertanya, agar kau selalu ingat aku ada. aku sangat takut salah, apalagi yang dapat kauharapkan saat berhadapan dengan maha benar. sangat takut salah adalah wajar atau pura pura. kau pembuat atau pengamat. dua duanya. aku jadi lemas, galau, kacau, persis yang kaulihat. jangan sedih, kalau kau bisa sedih. aku mudah lupa diri. sebentar lagi pasti kembali menulis, mungkin puisi, mungkin narasi, mungkin kalimat basa basi. bila kau adalah aku, kau pasti mengerti, pasti selalu ingin menyenangkan hati. memenuhi waktu dengan berbotol botol madu. mencoba segala cara menebalkan muka, mengebalkan badan. bertahan sebisaku dari serangan demam tidak berdarah. kuluangkan waktu memilih lagu, sebelum rindu membunuhku. satu satu aku sayang ibu, dua dua aku sayang ayah, tiga tiga sayang adik kakak, satu dua tiga sayang semuanya. kalau kau adalah aku, akan kukatakan, payah*

cerita lama

berlaku adil terhadap anggota tubuhku saja belum becus. bagaimana dapat berharap bersikap adil menghadapi orang lain. renungan dangkal sebelum tidur berakibat sulit tidur. begitulah, kenapa kubiarkan tubuhku berbaring dangan posisi tidak rata. tidak sama rasa. hanya kepala beralas bantal. hingga bagian lain tubuh berada lebih rendah dari kepala. apa istimewanya kepala. banyak, kepala memang istimewa. manusia dapat hidup tanpa tangan atau kaki, tanpa kepala pasti mati. jadi kepala memang istimewa. melihat, mendengar, bicara, semua alatnya berada di kapala. (otak, malah berada di dalam kepala, alat untuk berpikir dan mengendalikan respon dan pola hidup. sengaja kusebut terpisah dan belakangan karena malas ditambah alergi mengingat). karena semua fakta tersebut, kepala berhak diganjal bantal saat terlelap. ketika tidak sedang tidur kepala secara wajar dan normal berada di atas, saat tidurpun, kepala tetap berada lebih tinggi dari bagian tubuh lain. berbaring tanpa bantal di bawah kepala dapatkah mewujudkan keadilan kecil, setidaknya untuk punggung, tangan dan kaki. berpikir kerdil tentang keadilan menjadikan tubuhku datar saat berbaring. kepala dan anggota tubuh lain sama tinggi. rasanya ganjil, beginikah rasanya adil, ganjil. aku kembali mencoba mengingat poin poin penting dalam revolusi perancis. belajar sejarah mungkin lebih berguna ketimbang menghayati keadilan rasa ganjil. besok pagi ulangan sejarah, jam ke dua, jangan sampai nilaiku merah*

Rabu, 11 Juni 2014

kidal

bahkan cinta tak dapat memberiku keyakinan, selalu menyisakan satu keraguan, manakah yang lebih tulus cintanya, aku atau kesombonganku. semakin payah, karena kau tak mau tahu, atau tak sudi memberi tahu. tak pula memberiku waktu untuk mencari tahu. semua waktu untuk bercumbu, aku setuju. melupakan ragu. seingatku, lupa tidak menuntaskan masalah. aku menggeram, kau diam. saat malam, terlihat serupa anjing dan bulan sedang berkencan tepat di tengah jalan bebas hambatan. manusia manusia normal, para pengemudi kendaraan, menjuluki kau dan aku pasangan edan, menyebut kau dan aku biang keladi banyak kecelakaan. apa boleh buat, kau tidak bertobat, aku belum sekarat*

x}

salahkah si buta yang percaya pada perasaannya sendiri? suatu ketika si buta dibantu berjalan, diberi kemudahan mencapai tujuan, masih pula ditambah diberi tambahan rejeki, meski sekedarnya saja. pemberi bisa jadi seorang pencuri, perampok, bahkan pembunuh. singkatnya penjahat, yang entah kenapa kebetulan sedang berbaik hati. sangat mungkin terjadi.
sesaat setelah menolong si buta, penolong yang ternyata bukan orang baik dikenali oleh orang lain yang tidak buta. bisa seorang saja, bisa beberapa orang, bisa banyak orang. mereka yang mengenali jati diri asli seorang penjahat yang baru menolong si buta segera berteriak ribut, menyuarakan apa yang mereka yakini sebagai kebenaran bagi semua mata yang dapat melihat. apakah si buta baiknya langsung percaya pada suara dan kisah yang diteriakkan dalam kegaduhan oleh orang orang tidak buta, tentang seorang penjahat yang telah meluangkan waktu untuk peduli pada si buta. atau lebih bijaksana jika si buta tetap percaya perasaannya sendiri saja, perasaan yang tidak dibuat buat, ada berdasarkan pengalaman nyata serta langka dalam hidupnya,
penolong itu orang baik. itulah satu satunya fakta dan kebenaran bagi si buta. si buta tidak bermimpi, sungguh pernah menerima kebaikan dari seorang tak dikenal yang kemudian disebut penjahat oleh orang orang yang tidak dikenalnya sama sekali, tidak pernah menolongnya.
seandainya kenyataan adalah satu satunya kebenaran, kenyataan untuk setiap orang tak pernah sama. sesama buta saja memiliki kenyataan berbeda, sesama tidak buta begitu pula. kenyataan si buta dan kenyataan orang orang bermata terbuka tentu tidak sama.
jika si buta akhirnya harus bersaksi, jika si buta jujur dan tahu membalas budi, selayaknya si buta bercerita tentang kebaikan penjahat yang pernah menolongnya. hanya kebaikan itu yang dikenalnya tentang diri si penjahat. dalam kisahnya, si buta tidak berdusta, jujur dan berbudi luhur. meskipun harus menanggung akibat diolok olok banyak orang, dituduh berbohong, dikatai tolol dan dibutakan oleh kebutaannya, si buta tetap akan berkeras pada pernyataannya tentang kebaikan penjahat. lain masalah jika si buta ternyata selain buta, juga pengecut, pendusta, tak tahu membalas jasa, tak mau susah susah menyatakan kebenaran, mudah saja bagi si buta untuk sepakat dengan orang banyak tentang kejahatan penjahat yang pernah menolongnya, kejahatan yang sama sekali tak pernah diketahuinya.
kasihan, si buta terjebak dilema. gara gara pernah menerima kebaikan penjahat. tragis. sudah buta, sial pula. cuma seorang penjahat saja yang sudi atau sempat berbaik hati pada si buta. apakah penjahat yang pernah menolong si buta, sekali atau beberapa kali pantas menerima penghargaan atau keringanan hukuman.
soal cerita macam ini tak pernah muncul dalam ujian matematika, pelajaran yang konon paling sulit dan bikin pusing bagi sebagian besar pelajar, dari sekolah dasar hingga sarjana tingkat tertinggi sekalipun.  mungkin yang macam ini termasuk bagian matematika etika, istilah yang pernah disebutkan seorang tua pintar dari india. ggs dan rra. gampang gampang susah, rumit rumit asyik*

Selasa, 10 Juni 2014

khayalan bulan

seandainya kumiliki cahaya sendiri, akan kutemani kau sepanjang hari. dengan bangga kau dapat menuding matahari, silahkan pergi, tak perlu kembali. aku mengerti, kau tak suka dibangunkan pagi, digerahkan siang, dibayangi senja, dilelapkan malam*.

serenade

jangan percaya pada segala yang kukatakan. aku cuma sedang mabuk kepayang. padamu yang menggerakkan ranting, mempercantik dedaunan, mewarnai bunga bunga, memasakkan buah buahan, memindahkan awan, menuangkan hujan. semula kukira semua hanyalah karena tuipan angin dan pergantian musim. ternyata aku salah. kau ada di sana, selalu, tanpa lelah berusaha merayuku.
dan kini, setelah aku tergila gila, kau belum juga menampakkan wajah. kau seharusnya tak percaya, seseorang bisa jatuh cinta sebelum berjumpa. lantas kau mesti bertanya, bagaimana aku tahu, itu karena kau, bukan ulah angin atau datangnya musim. tanya saja, pada pohon pohon itu.
aku sedang mabuk kepayang. aku curiga, kau juga mencuri akalku, untuk kautukar dengan imajinasi. kurasa memang begitu, hingga kepalaku serasa seluas keliling bumi. agar kau bebas berlari dan sembunyi, sementara aku tak letih mencari. kau senang melihat rona merah di wajahku, terbakar matahari. kaunikmati debar jantungku, ditabuh rindu.
kukatakan berulang, aku cuma sedang mabuk kepayang. padamu yang meniupkan kata kataku sesejuk angin lalu. maka, jangan percaya pada segala yang kukatakan. aku cuma sedang mabuk kepayang. kau jadikan tubuhku seringan bulu, terbang sembarangan, mudah hilang dan dilupakan.
apalah artinya perjumpaan. aku menggumam, selama masih mabuk kepayang*

Senin, 09 Juni 2014

metaforia

untukmu, akan kuberikan segalanya. sayangnya, aku tak punya apa apa. sebenarnya itulah alasanku jatuh cinta. kutemukan satu satunya cara sederhana untuk tidak salah merasa kaya.. hanya jatuh cinta yang dapat membuatku berkata, dunia milik kita. untukmu, akan kuberikan segalanya, seisi dunia.
setelah memiliki dunia, jika kau masih berkeras mencari surga. jangan segan segan meminta. akan kukatakan sebuah rahasia sederhana. saat kau juga jatuh cinta, kita dapat mengubah dunia, bahkan neraka sekalipun menjadi apa saja. apa saja. rumah, pasar, istana, mall, terminal, pelabuhan, stasiun, alun alun, gunung, palung, padang rumput, gedung bioskop, bahkan wc umum. apa saja. bukan surga bila tidak pintar menyamar. pasti kautemukan surga itu menyerah, tepat di saat kita butuh sebuah sudut untuk bercinta*

hikmat

laki laki tua itu tak menengok ke kiri, tidak ke kanan. tidak pula memandang ke depan. laki laki tua itu berjalan sambil menunduk, menatap hamparan. aspal kelabu kemerahan, bergaris garis putih. laki laki tua sedang menyeberang, memikul dagangan ke arah gerbang sekolah. ia tidak menghiraukan ramai lalu lintas. para pengguna jalan, pengemudi kendaraan yang kebetulan melaju terlalu dekat dengannya mesti mendadak mengubah arah, melambatkan kecepatan, demi keselamatan seorang laki laki tua.
laki laki tua berjalan tenang, menunduk, menatap jalan, dagangannya atau langkah kakinya. laki laki tua tak goyah langkahnya, tak terusik akibat yang ditimbulkannya karena menyeberang tanpa memperhatikan laju kendaraan. laki laki tua seperti tahu pasti, ia telah berjalan pada jalan yang benar, menyeberang di tempat penyeberangan jalan, melangkah lurus, sejajar garis garis putih, menuju tampat di mana ia biasa berjualan. tak lama lagi tanda istirahat untuk anak anak sekolah akan terdengar, nyaring dan panjang. laki laki tua akan tersenyum, serupa tuhan mendengar azan. seperti biasanya, anak anak pasti segera berhamburan, mengerumuni jajanan di gerbang sekolah.
selama waktu istirahat, laki laki tua dapat menenggelamkan diri dalam kesibukan melayani murid murid yang kehausan setelah berlarian.
selepas siang. laki laki tua mesti kembali menyeberang jalan. di tempat yang sama, dengan cara yang sama, menuju ke arah sebaliknya. laki laki tua menempuh jalan pulang, dengan pikulan yang jauh lebih ringan dan kantong celana terisi lebih banyak uang. laki laki tua seperti tidak keberatan, tak tampak resah, ia seperti seorang bijak yang tahu pasti selalu berjalan di jalan yang benar, hanya menyeberang di tempat penyeberangan jalan*

Sabtu, 07 Juni 2014

*

katakan selamat jalan, selamat perang. dalam dekapan paling dalam, ingin aku terbenam, sembunyi dari musuh terhebat. kalau dapat, jauhkan aku dari pertempuran saat aku sekarat. beri kehangatan sebelum ajalku merapat. lebih dari segalanya, jika mungkin katakan nasehat, agar kubatalkan niat memerangi diriku sendiri atau aku pasti mati ditikam sepi*

nyanyi subuh

angin bersiul
nada nada tersesat
di celah rumput

sebutir embun
tanpa ragu meluncur
menuju hancur

langit tersipu
mengintip malu malu
bulan terbenam*

harakiri puisi


di ujung senja
mulai kuasah pedang
malam menajam

menjelang pagi
aemoga aku mati
terbunuh mimpi

kuburkan aku
bersama kata kata
di dasar jiwa*

Jumat, 06 Juni 2014

doa

sengajakah, kau tutup semua pintu. untukku, supaya diam. hanya diam hingga kau datang. akankah kau membakarku, mengubahku jadi asap, terbang melewati celah pintu. atau abu, melekat di telapak kakimu, mengingat jejakmu.
aku rindu, kau candu. semua pintu mendengus pada ketukanku, mengunci dirinya rapat rapat, saat kukatakan, kau pasti menemukan jalan*

catatan gagal

sudah terjadi empat kali, kuharap tidak terjadi sekali lagi. tapi tangan berkeras memainkan sendiri kehendaknya. terpisah dari keras kepala, yang mulai memperkirakan mana yang lebih melelahkan, menulis atau menghapus. ini memang basi, bau kekacauan. biarlah buruk atau ngawur asal tidak terjadi sekali lagi. aku bosan mengulang setiap kesulitan saat menyusun sebuah kalimat*

bola kaca

perempuan yang tinggal bersama anak perempuan buta sebenarnya bukan ibunya. ibu, hanya sepaan dan panggilan yang patut untuk setiap perempuan yang merawat dan membesarkan seorang anak buta hingga tumbuh menjadi gadis buta, kemudian perempuan buta. tapi bola kaca, sejak semula adalah bola kacanya. sebuah benda istimewa yang seutuhnya kepunyaan perempuan buta.
seorang bayi, menangis keras, suaranya mengacaukan malam. perempuan pemilik rumah samar samar mendengar tangisnya. mula mula terdengar jauh, seperti raungan yang diteriakkan dalam tidurnya dari mimpi buruk. pelan pelan menjadi lebih dekat, menjelma nyata di balik pintunya yang sudah tertutup, terpalang dan terkunci.
karena tak tahan disiksa suara tangisan kencang, perempuan pemilik rumah setengah jaga terhuyung huyung membuka pintu. sebuah kerdus tergeletak di teras kecilnya, berisi seorang bayi sedang menangis sekuat paru parunya, kaki dan tangan mungilnya bergerak cepat seiring tangisannya. wajah si bayi merona merah, kepalanya juga bergerak cepat, ke kiri dan ke kanan, mencari yang tiada, yang mestinya meredakan tangisnya. di samping kiri kepala si bayi, sebuah bola kaca, terlihat sangat indah. perempuan pemilik rumah lebih dulu menyentuhnya, mengguncang bola kaca, terpesona serpihan putih yang melayang layang di dalamnya. sesaat kemudian perempuan pemilik rumah tersentak oleh lengkingan tangis, mengangkat bayi perempuan dari kerdus. sekilas dan was was memandang sekelilingnya, kemudian bergegas masuk kembali ke dalam rumahnya, menutup pintu, mengunci dan memasang palang pada tempatnya.
perempuan pemilik rumah segera duduk di kursi, mengendalikan debar jantungnya sembari secara naluri berusaha meredakan tangisan si bayi, dengan suara rendah, dekapan, ayunan lengan, tepukan ringan dan belaian. kerdus dan bola kaca berada di lantai, dekat kakinya.
mungkin karena terlalu lelah, kehabisan tenaga, tak lama si bayi mulai berhenti menangis. menikmati perhatian dan kehangatan dekapan lengan perempuan pemilijk rumah. mata si bayi mulai sayu, terpejam pelahan, tubuh mungilnya terkulai lemah, pasrah dalam gendongan perempuan penghuni rumah. malam itu, keduanya, perempuan pemilik rumah dan si bayi yang kelelahan, belum menyadari apapun tentang kebuataan salah satu dari mereka. hanya ada rasa tentram, berkat terbebas dari suara nyaring tangisan, dan terlindung dari kegelapan di balik pintu rumah yang tertutup rapat*

Kamis, 05 Juni 2014

bulan sabit

seraut wajah tanpa mata, hanya sesungging senyum menyala, bercahaya. seakan berkata, cukup rekahkan senyum, tak perlu mata untuk mengamati dunia. bagaimana aku tahu untuk siapa atau apa, seraut wajah tersenyum. sepanjang malam tak redup, seraut wajah tersenyum, tanpa mata, seolah olah tak berkedip sekejappun, memandangiku sedang melamun*.

pending

apa yang sedang kau rencanakan untuk hidupku. apakah kelak aku bakal mati lalu terlahir kembali. atau tertidur seperti sleeping beauty. sekarang, saat aku ragu, kau tidak menggubrisku. aku pernah kausihir dari lempung, kaubiarkan manyun, berayun ayun. berapa tahun. bila kau mau meruntuhkan jembatan, kenapa tidak kaulakukan, mumpung aku belum menyeberang. aku tak butuh pengertian, tapi peringatan. kau sengaja atau pura pura lalai, tidak menjagaku, tidak menaruh tulisan di setiap ujung jalan, hati hati jalan ini lebar, rawan kecelakaan.
ah, bacalah tulisanku, sekali sekali kau mesti merasakan kemuakanku. ketakutanku pada kemiskinan, kecemasanku pada kekayaan. betapa murahan, sulit percaya kau sanggup dan rela menciptakan sesuatu yang begitu tidak bermutu. kau tahu cara membuang waktu untuk semua yang sepele dan tak berharga sedikitpun, menikmati kesombonganku. oke, kau berhak penuh menjadikan segalanya seturut maumu, sedang aku kebagian kewajiban untuk percaya pada keadilanmu. bijak sana, bukan bijak sini. ya sudah, aku lelah, aku kalah, bacalah.
balas. ga pake lama. jangan alasan kau ga ada pulsa*

Rabu, 04 Juni 2014

kenapa,

di tengah kemacetan, di bawah jembatan, di warung kumuh, di sana kita harus berbulan madu. menghabiskan setiap jam dengan enam puluh kali ciuman.
kalau sempat lelah, tanyakan, kenapa.
kalau belum lelap, kubisikkan, karena kau cinta, aku buta.
karena tuhan merestui kita, kau katakan dengan megah.
karena tuhan merestui kita, kuulangi setiap kali lelah dan sempat bertanya, kenapa*

kostum

seumpama dunia penuh serigala berbulu domba, tidak pula kekurangan domba berbulu serigala. alangkah seru, saat mereka saling jatuh cinta atau berniat berburu mangsa. serigala dan domba sama sama sedang menyamar, setelah mati matian saling menghindar, atau saling mengejar, pada akhirnya keduanya menemukan kejutan hebat. cukup hebat, untuk sejenak meredakan hasrat dan lapar, sesaat keduanya mendapatkan kesempatan mengendalikan naluri kebinatangan*

Selasa, 03 Juni 2014

*

bila besok tidak datang, apakah akan ada yang hilang. sebelum hilang, haruskah lebih dulu datang.
pengandaian yang tidak berlaku untuk keajaiban. telur tidak tertidur, tidak bermimpi suatu hari akan pecah.
kenyataan, kenyataan yang bertukar tempat dalam sepasang mata, sebaiknya belajar menyangkal penglihatan. apakah itu berdenyut, berkabut, berserabut, berebut. oh manusia yang kecil yang besar yang terpencil yang tersebar. datanglah bila besok menghilang dalam gemuruh hujan, serupa awan hitam, langit malam, berbagi lamunan. lincah, rapuh, riang, berciap ciap seperti anak anak ayam yang baru memecahkan cangkang*

di ruang tunggu

jangan sia siakan waktu. hidup itu cantik. katakan sesering mungkin, hidup itu cantik. katakan sesering mungkin hingga maut cemburu. katakan selalu, hidup itu cantik, biar maut terbakar cemburu, katakan sesering mungkin sampai maut nekat membunuhmu*

bola kaca

perempuan buta akhirnya terjaga, setelah cukup lama. ia tak yakin berapa lama telah melolong dan mengiba, serasa selamanya. ia terjaga bukan dari tidurnya, maka semua yang diingatnya pasti bukan mimpi. ruangan terasa kosong, perempuan buta menduga sang suara telah pergi. perempuan muda bergidik, sangat ngeri. kembalinya kesunyian dalam ruang terasa seperti kutukan yang mendekat, mencoba merengkuhnya. ia harus bangkit, secepatnya berlari mengejar suara yang tadi membuatnya menderita. mestinya ia berdoa, supaya tak ada tetangganya yang menjadi korban pemilik suara hangat yang mengaku penjahat. mestinya bergegas, perempuan buta menegakkan tubuhnya, mengabaikan bola kaca yang sudah pecah.
anehnya, perempuan buta bergerak lambat, seakan tubuhnya tertahan renungan atau keraguan. menimbang nimbang kemungkinan suara hangat yang mengaku penjahat sebenarnya bukan penjahat.
seandainya ada seorang pengamat, pasti sedang menggelengkan kepala atau mengangkat bahu, tak paham. bagaimana seorang perempuan buta dapat begitu tidak percaya pada kata kata sebuah suara. apapun yang dikatakan suara yang kini telah menghilang atau diam, tak pernah benar benar nyata. setelah menuduh pengakuan pertama sang suara sebagai dusta, perempuan buta tidak pula dapat percaya pengakuan kedua sang suara yang menyangkal pengakuan pertamanya. setelah mengusir sang suara dengan gencar, perempuan buta kini duduk tegak penuh harapan sang suara tidak beranjak darinya. apakah karena buta, perempuan itu tak dapat memutuskan apa sebenarnya yang ingin didengarnya dari sebuah suara hangat yang tiba tiba mengusiknya?
perempuan buta melewatkan waktu dengan duduk tegak di lantainya. ia teringat semua kata katanya yang ternyata salah, atau mengakibatkan sang suara serba salah. diam diam berharap segalanya akan kembali seperti semula. tak ada suara, tidak ada dusta, tidak ada salah, bola kacanya tidak pecah, rak ada yang hilang di rumah sebelah, dan tetangganya baik baik saja. perempuan buta berusaha mengingat sejak kapan, ia tak pernah berharap macam macam, tak pernah sebanyak dan sebesar harapan yang ditanggungnya saat ini. tanpa sadar, perempuan buta mengepalkan telapak tangannya. menambah satu lagi harapannya, dengan tangan terkepal kuat dapat dipecahkannya semua harapannya, bersama sama ingatan dan penyesalannya, juga keberadaannya. seorang perempuan buta yang duduk sambil menggenggam sebuah bola kaca mestinya tak pernah ada. sekarang memang sudah tak ada, tapi mungkin terlambat. keterlambatan pertama sudah lewat, menciptakan keterlambatan kedua, ketiga, dan seterusnya.
aku sudah buta, semoga tidak jadi gila, perempuan buta tanpa sadar menambah panjang harapannya.
perempuan buta berdiri, harapannya terlampau banyak, memaksa kakinya menopang tubuhnya.
baiknya aku ke rumah sebelah. perempuan buta tak tahu apakah ia berkata kata dengan pita suaranya atau hanya pikirannya saja*

Senin, 02 Juni 2014

haaatchi

dunia seringkali berpura pura tidak mengenal seorang manusia. tidak heran. seperti seorang manusia yang merasa asing dengan ingusnya yang mengering, yang disebutnya upil. apakah cukup romantis atau tragis? tak ada seorangpun yang bimbang untuk mencampakkan sebutir upil, setelah dengan sedikit usaha mencungkilnya dari lubang hidung. konon rasanya asin. hanya orang orang 'sakit' yang bersedia mencicipi sebutir upil. sunggih ganjil. hidung berlendir yang tidak dianggap unik. akibat serangan sejenis mahluk paling kecil, hidung manusia jadi berlendir, kelak mengering, jika sempat mengupil akan menemukan upil. apakah jorok. seandainya dunia adalah mahluk sangat besar yang seringkali mengacuhkan seorang manusia. seandainya dunia berpikir. wajar saja menyingkirkan upil. berapa manusia, besar dan kecil, yang sekarang sedang bersin. tidak penting, sama sekali tidak penting. kelahiran dan kematian memang wajib dihitung, dicatat oleh dinas kependudukan. tapi upil, cuma seorang manusia bego yang sedang usil yang memikirkan upil. dunia telah tua, pandai dan bijaksana dalam hal memilih dan memilah sejarah. hanya anak kecil jorok dan usil yang suka bermain upil. betapapun jorok dan usil, setiap anak kecil punya peluang mengejutkan dunia, serupa bersin mengoyak hening*

*

tak ada yang butuh waktu, kecuali tubuh, yang belum terhanyut rindu, belum terseret arus deras ke arahmu. duduk dalam ruang, mencatat segala yang menyangka dirinya bagian dari kehidupan. aku belum paham, kenapa kaubiarkan, tak pernah sungguh sungguh belajar mendengar kedatangan fajar*

Minggu, 01 Juni 2014

bola kaca

apa yang kaubawa, suara hangat dan ringan tiba tiba menyentakkan kesunyian, meredam badai salju.

ini, bola kaca berisi rumah. kau siapa?

aku penghuninya, tidakkah kau pernah menemukan aku sedang melongokkan wajah pada salah satu jendelanya? kadang kadang aku duduk di atas atap, pernah juga aku memanjat ke puncak cerobong asap.

aku buta, perempuan menjawab datar, dan kau berdusta, kalimatnya terdengar acuh, hampir putus asa.

kau bilang kau buta, lantas menuduhku berdusta. luar biasa. suara hangat dan ringan itu malah terdengar riang.

kau memasuki rumahku tanpa ijin.

tanganmu menutupi pandanganku.

maksudmu?

selama bola kaca kaupegang, tak dapat kulihat apapun selain telapak tanganmu.

oh, pembohong. tadi kau tak tahu apa yang kupegang, kau tanya. sekarang kau bicara ngawur. apa karena aku buta?

hahaha. kau pemarah. apa karena buta, kau jadi pemarah? sebelum keluar dari rumah itu, aku tak tahu kalau tanganmu yang menutup pandanganku. tak kulihat kau, apa yang kaubawa dari dalam bola kaca. kau boleh berkata aku bohong, dusta, kacau, apa saja, terserah. tak akan mengubah apa apa.

pergilah! perempuan buta tampak lelah. ia tahu tak ada apapun yang dapat diharapkan dari sebuah suara asing yang mengatakan kalimat kalimat tak masuk akal.

oke. selamat tinggal. suara hangat menjawab, selalu ringan tanpa beban.

tunggu sebentar. kau mau ke mana?

pulang.

pulang, ke mana?

ke rumah dalam bola kaca.

bagaimana caranya?

sekarang kau percaya?

bagaimana caranya?

mudah saja, sama dengan caraku datang.

ah, sudahlah. pergi saja. perempuan buta sekarang benar benar mulai marah.

hahaha. aku membuatmu sangat kesal ya. tapi aku mengatakan semua apa adanya.

ya. pergilah. kau sangat menjengkelkan.

tadinya aku berharap kau senang bicara denganku. kau kelihatan sangat kesepian.

lebih baik kesepian dari pada bicara denganmu. tega sekali berbohong, padahal kau tahu aku buta. buat apa? kau senang mengejek yang tak sempurna?

kau bertanya atau cuma marah?

terserah.

aku penjahat yang kebetulan lewat. apa bedanya untukmu, kau tak dapat melihat. apakah kebutaanmu tak terbatas pada matamu saja. semua yang kukatakan semula bertujuan membuat kau senang, tapi kau berkeras mendengar kenyataan yang tidak menyenangkan. kebutaanmu tidak hanya menyusahkan dirimu sendiri, tapi semua orang yang kebetulan lewat dan berada di dekatmu. kaulah yang tega memaksaku, menanggung kemarahanmu yang sia sia. puas?

aku memang buta, tapi tak pernah mnyusahkan siapa siapa! perempuan buta benar benar gusar mendengar kalimat panjang yang dikatakan suara hangat yang baru dikenalnya, yang tadinya terdengar ringan, kini tajam. tanpa sadar tangannya semakin kuat mencengkeran bola kaca, sangat kuat, hingga pecahlah bola kaca.
tangannya berdarah, serpihan putih berhamburan di sela jemarinya, sebagian berjatuhan, tidak banyak. rumah dan pohon cemara muda tak lagi terlindung bola kaca, terbuka. perempuan buta merabanya. rumah dan cemara muda ternyata lebih kecil dari perkiraannya, sederhana, terdapat banyak sudut menusuk telapak tangannya. saljunya begitu ringan, sama sekali tidak terasa dingin, bahkan tidak sejuk. basah, hanya rasa basah yang nyata, basah oleh sedikit darah dan air yang berasal dari dalam bola kaca. air yang membuat serpihan putih melayang dan berjatuhan serupa salju ketika bola kaca belum pecah.

sesaat yang cukup lama dalam keheningan.
kau masih di sana? perempuan buta lebih dulu bicara, setelah gemuruh dadanya mereda.

sekarang aku tak akan bisa pulang.

bukankah justru lebih mudah. pelindung rumahmu sudah pecah.

kau tuli juga? atau menulikan diri?

perempuan buta menggertakkan giginya.

kau tak dengar? kubilang aku pulang seperti caraku datang. sekarang sudah tak ada bola kaca. aku tak bisa pulang dengan cara berbeda. kau masih merasa tak pernah menyusahkan siapa siapa?

aaagh, perempuan buta berteriak, melemparkan rumah dan cemara muda ke arah suara.

kau buta, tapi kebutaan tak akan bikin kau celaka. kau bebal dan kejam, kau pantas menderita, berteriaklah, sekeras kau bisa. semoga ada yang datang menyelamatkan kita.

menyelamatkan kita?! kau mau apa? perempuan buta bertanya dengan sinis dan nada tinggi.

menyelamatkan kau dari kesendirian, menyelamatkan aku dari kejahatan. aku punya pilihan, mauku bukan urusanmu.

tak ada yang cukup berharga untuk kaurampok di rumah ini. nyawaku sekalipun, tak ada artinya. kau benar. kau bisa melakukan apa saja yang kau mau.

kenapa baru sekarang kausadari itu. seandainya sejak awal kau mau berkata, aku benar. kalau saja dari awal kau tidak terus menerus memanfaatkan kebutaanmu untuk memenangkan percakapan.

kerjakan saja apa yang kau mau.

enak saja. setelah begini terdesak kau belum sudi mengalah. aku memang penjahat, tapi tak sebebal kau. aku tak sudi menuruti maumu, kau mau kukerjakan apa yang kumau,hah?

jadi apa yang kau mau. jangan bicara lagi. aku lalah. baiklah, aku mengaku kalah.

kau salah, tak ada yang kalah.

oke. aku salah. aku menyerah.

sungguh?

ya.

kau mau mengerjakan apa yang kusuruh?

apa?

utuhkan kembali bola kaca.

ohh, tak mungkin bisa. apalagi aku buta.

kau membantah.

bukan membantah, tapi...oh tolonglah. aku sangat lelah.

aku tidak tanya. aku tidak peduli kau lelah atau tidak. aku sekarang penjahat. kuperintahkan kau mengutuhkan kembali bola kaca atau...
atau apa?

aku akan merampok rumah sebelah. mungkin membunuh semua penghuninya.

kau gila. aku tak bisa. aku tak bisa...

kau tak melakukan apa apa, hanya terus mengingat kebutaanmu sendiri saja. kau tak mencoba, tak menyentuh pecahan bola kacamu sama sekali. tak berniat melakukan apa apa. masih merasa tak pernah menyusahkan siapa siapa?

aku...aku...ya tuhan, aku tak tahu. tolong, jangan menyiksaku. sudah cukup...

sekarang kau malah mengiba, mengasihani dirimu sendiri.

tolong, aku tak peduli, jangan katakan apa apa lagi. perempuan buta tiba tiba meluncur dari kursi, berlutut dilantai. segera saja lututnya tertusuk pecahan bola kaca yang terjatuh di lantai.
aku mohon...kusembah kau. aku berlutut, bersujud. aku mohon berhentilah menyiksaku. perempuan buta bersujud hingga kepalanya menyentuh lantai. wajahnya basah oleh air mata. tubuhnya bergetar hebat. tangannya menggapai gapai, mencari sosok bersuara hangat yang kata katanya telah membuatnya tak berdaya. perempuan buta terus menangis sambil meracau. kalimat kalimatnya penuh permohonan belas kasihan dari seseorang yang tak dapat dilihat matanya dan tak tersentuh tengannya. semakin lama semakin kuat dan deras tangis beserta racauannya, seolah olah seluruh ruang turut melolong dan meracau bersamanya. seandainya suara hangat mengatakan sesuatu, menanggapi racauannya, tantu tak akan terdengar hingga perempuan buta mereda tangisnya, atau menghentikan kalimat kalimatnya yang tak berjeda*