Sabtu, 06 Oktober 2012

truly

Segelas bir lebih berkelas dari sekaleng bir, kau tahu kenapa. Anak kalimat tanya itu menghancurkan image. Tapi memang ingin tahu.
Yang bisa pecah selalu terlihat lebih megah, mewah. Soal isi belakangan saja dipertimbangkan. Sebenarnya segelas bis beraroma lebih wangi dari sekaleng bir. Apalagi kalau gelasnya anggun dan cantik. Mata bisa membujuk hidung, lidah juga.
Lantas apa aku mesti pura pura pucat dan rapuh, menjauhi kau yang sedang mabuk karena khawatir retak hingga pecah kaubuat.
Andai aku terpaksa mengakui aku berkelas serupa gelas, tentu anggun, berkilau, jernih dan wangi. Sama sekali tak berpengaruh pada hasratku.
Ingin remuk di kepalan tanganmu. Ingin pecah oleh tebasan tanganmu.
Dengan kecerobohanmu atau kesengajaanmu, bersama kehancuranku.
Dan, jika ternyata aku cenderung kaleng, kakimulah yang kuharap menginjak atau menendang, sampai koyak seluruhku. Agar tak ada pemulung sudi memungutku, menjauhkan aku dari kau.
Sendawamu sangat merdu, saat aku sedang memahat telingaku*