Senin, 29 Oktober 2012

kotbah

Aku menulis tiga kali sehari, atau lebih. Sebagai pengganti makan nasi. Jantung yang lapar membuatku lebih merana ketimbang lambung yang kesepian. Lagipula ada yang mengkhawatirkan masalah kepadatan penduduk dan ketersediaan bahan pangan. Mereka takut anak anaknya kelak tidak cukup makan karena harus matian matian bersaing mendapatkan beras hanya untuk hidup. Entah hidup macam apa yang bisa diharapkan dari manusia manusia yang resah demi isi perutnya.
Karena aku selalu cukup makan dan masih saja jantungku kelaparan debar. Maka aku gemar merendahkan manusia manusia yang tunduk pada rasa kenyang. Setidaknya aku senang membuktikan pada diriku sendiri bahwa puisi setengah jadi bisa jadi pengganti nasi. Maka masalah kepadatan penduduk dan kekurangan pangan menjadi urusan tidak penting sama sekali.
Seperti kata seorang nabi yang kucintai, manusia tidak hanya hidup dari roti, melainkan kalimat kalimat yang tak perlu dimengerti. Kata kata nabi itupun telah kukutip seenaknya sendiri. Tidak penting, asalkan aku selalu merasa sanggup hidup di jaman edan.
Jaman edan itupun istilah basi. Seperti hal lain yang basi kerap memenuhi bumi. Bumi uzur yang dihuni mahluk mahluk taklukan umur. Kalaupun harus menjadi budak, kurasa lebih nyaman menjadi budak penguasa kepala daripada penguasa perut.
Jadilah aku seperti kehendakku, narsis, penyendiri, pemuja sunyi, dan lain lain yang menurutku sama sekali tak ada hubungannya dengan kenyataan. Tak akan kubuang buang waktu dengan berharap suatu hari akan menyadarkan diriku sendiri, apalagi mahluk lain. Sudah banyak sekali yang bisa peduli, berpikir dan merancang rencana hebat yang katanya untuk 'perbaikan'.
Istilah anjing menggonggong kafilah berlalu memang berlaku, maksudnya televisi berkoar koar manusia berlalu lalang. 
Betapapun seorang guru membutuhkan orang orang dungu. Kabar baik membutuhkan nasib buruk. Pemberi semangat membutuhkan keputus asaan. Penunjuk jalan membutuhkan orang orang sesat. Perancang membutuhkan keruntuhan. Dan para pelayat yang membutuhkan mayat, bukan sebaliknya*