Rabu, 24 Oktober 2012

buletin malam

Tikus got dan aku terperangkap pada sebuah malam yang sama. Kudekap langit yang diceraikan dinding. Tikus got merasa aman berlarian di lorong sempit, dindingnya menebal oleh lumpur. Tikus got dan aku menumpahkan sebotol tinta hingga warnanya menyerbu kota. Ungu, kelabu, kusam, warna apapun yang berteman debu. Tikus got dan aku tidak mabuk, sama sama merasa puas tanpa perlu menenggak obat. Sehat, hanya terjerat surga beraroma sampah, muntahan doa, deru roda.
Aku bersulang, mengagumi kuku kakinya. Tikus got mahir merawat kukunya, menjaga kebersihan, kukunya hitam dan licin. Giginya runcing, kulihat waktu tikus got menertawakan wajahku yang berlepotan tanah.
Meski tak kupahami caranya bicara, aku tahu tikus got sepakat dengan kalimat, hidup itu nikmat. Senikmat sebutir tanah yang menempel di puncak hidungku, membuatku kelihatan lucu dan tikus got mengenali segenap lorong dan jalan secerdik dewa.
Aku bersendawa, dikenyangkan udara, kubuat tikus got kembali tertawa. Malam yang nakal, aku yang bebal, tikus got berakal panjang. Roda selalu terjaga, menemani debu mengunjungi setiap pintu di tubuhku*