Selasa, 02 Oktober 2012

kelabu

Matanya rapat terpejam. Muak dan mual oleh asap. Teriakan teriakan di udara,"Bunuh, bunuh, bunuh!" Ia sangat ragu, manakah yang lebih baik dan menyenangkan, mati atau hidup. Tidak sesederhana kedengarannya. Matinya adalah kehilangan dan menghilang dari segala yang hingga detik ini menjadi tumpuannya. Hidup juga bukan berarti tidak mati untuknya. Seandainya ia tidak harus memilih. Hidup dan mati bukanlah masalah bagi siapa saja.

Keadaan, juga situasi yang menjadikannya harus memilih membuatnya serba salah. Mungkin saat saat itulah seorang manusia merasa paling membutuhkan tuhan, untuk menentukan pilihan. Manusia mungkin memang hanyalah hamba, sebenar benarnya hamba, yang tak mampu sama sekali diberi mandat dan tanggung jawab. Mungkin itu pula manusia berusaha selalu mengingat kata kata takdir, nasib, dan lainnya sejenis itu, yang bisa dijadikan kambing hitam dalam semua keadaan.

Keributan di luar sana nyaris tak mengusiknya. Ia sangat kecewa kepada siapapun atau apapun yang serba mungkin. Ia merasa pengecut. Ia merasa pantas mati, tapi itupun tak pasti. Semestinya ia lebih baik dibanding kebanyakan manusia lain, tapi apalah artinya, sama sekali tak membantunya untuk tidak menggunakan kata mungkin di tiap kalimatnya, apalagfi menjadi alasan baginya untuk memilih hidup.

Ahh, makanya seseorang yang tengah menjalani hukuman mati seringkali terlihat lebih keren dan berkarakter, sebab mereka tidak memilih. Ia nyengir, setidaknya segala kekacauan ini tidaklah sia sia. Ia mendapatkan hikmahnya. Ia berharap ada orang lain yang menyadari ia belum mati, cuma pura pura mati, dan orang tersebut mau melakukan apa yang tak ingin dilakukannya, menentukan nasibnya, memilih jalannya.
Atau, jangan jangan semua orang saat ini serupa saja dengannya, tidak ingin menentukan nasibnya, tidak mampu memilih hidup dan mati bagi dirinya sendiri.

Ia merasa lebih mengerti dan maklum kenapa manusia lebih bisa menghormati jenasah. Jenasah telah menentukan atau ditentukan pilihannya, pasti, meredam kericuhan di dalam kepalanya, yang manusia tak mampu kerjakan sebelum menjadi jenasah*