Sabtu, 27 Oktober 2012

senja

Awalnya, aku tak suka mengakui bahwa aku telah kecanduan. Kecanduan tak bisa disembuhkan dengan obat. Hanya bisa diredakan dengan sesuatu yang menjadi sebab kecanduanku. Orang orang yang tidak paham bersikap kejam dengan menyebut orang lain yang kecanduan sebagai budak dari candunya.
Pernah ingin kucari di kamus bahasa arti kata kecanduan atau candu, tapi segara kubatalkan. Pertama tak ada kamus di dekatku dan aku malas untuk berusaha mendapatkannya jauh jauh. Kedua, kurasa memahami sebuah kata sama sekali tidak berguna jika hanya untuk memahami saja, aku toh bukan ahli bahasa dan tak akan ada yang lebih bersimpati terhadap kecanduanku meski kupahami betul arti katanya. Ketiga, aku merasa tak sanggup buang buang waktu selain untuk meredakan kecanduanku, atau sekedar menikmatinya, memberi selamat kepada diriku karena telah menyadari dan mengakui sedang kecanduan. Keempat, tak perlu kumengerti arti katanya untuk membuat kecanduanku semakin berkualitas. Masih bisa kutemukan alasan kelima dan seterusnya yang bikin aku merasa yakin mampu merumuskan sendiri perasaanku tanpa tambahan keterangan dari kamus manapun.
Kecanduan kudefinisikan sebagai kesehatan spritual. Tidak masalah apakah benar atau salah. Yang pasti aku merasa punya kehendak kuat untuk obyek kecanduanku. Semacam semangat atau daya hidup yang tak akan pornah dirasakan orang orang yang tidak kecanduan. Sangat menguntungkan untukku dan siapa saja di sekelilingku, dengan catatan siapa saja itu tak mengetahui kecanduanku. Mereka akan selalu baik baik saja, merasa turut gembira melihatku yang tak pernah lelah mengejarmu yang menjadi kecanduanku.
Banyak hal akan runtuh dan dan mati kalau tak memiliki hasrat kuat untuk mencapai tujuan. Dengan gairah dan semangat sebesar ini saja hari hari masih sering terasa panjang dan lengang. Tak bisa kubayangkan mesti melewati sehari tanpa mencanduimu.
Maka setelah kupikir pikir aku jadi suka mengakui bahwa aku telah kecanduan. Semakin kupikir lebih dalam semakin suka kuakui aku kecanduan dan telah mengatakannya. Lama lama aku malah bangga mengakui dan mengatakan telah kecanduan. Dan aku tak butuh obat.
Mungkin suatu hari aku bahkan tak butuh apapun selain kecanduan. Setelah kian parah, kurasa kecanduanku tak lagi butuh sebab. Cukup kecanduan saja, tanpa kau. Saat itu kukira hidupku akan menakjubkan. Tidak berpikir, tidak merasa, tidak berkata kata.
Menakjubkan, seperti matahari terbenam*