Sabtu, 28 September 2013

*

aku matahari dalam lukisan anak anak berwatak periang. berwarna cerah dan tertawa, dikelilingi garis garis cahaya. di bawahku tumbuh jalan setapak, rumah, pohon, sungai, rumput dan bunga bunga. tiga ekor burung terbang melintas di dekatku, kepakan sayapnya menggelitik keningku. lengkung lengkung awan mengapung di sisiku, sesekali mengusap lembut pipiku. semuanya cantik.apalagi. banyak yang mungkin terlewat, setiap detil berseri yang kauberikan. maaf, aku terlalu banyak tertawa. caramu melihatku, membungkuk, menganggukkan kepalamu, menggerakkan tanganmu, begitu lucu. aku baru percaya kalau air mata bahagia sungguh ada. menggenang, mengalir, melukis jejak berkilau pada wajah matahari. berkali kali, sebanyak kalimat yang kukatakan, yang kautanggapi dengan menatapku lekat, kemudian membungkuk, menganggukkan kepalamu, menggerakkan tanganmu sambil berkata, baik junjunganku. ada apa junjunganku. mau apa junjunganku. ya junjunganku. siap junjunganku. kalau aku bukan matahari dalam lukisan anak anak, aku pasti bisa tertawa sampai mati*