Kamis, 26 September 2013

*

manakah yang lebih menjemukan. berhenti atau mengulang kembali. atau mencari lebih. lebih busuk dari kejahatan kejahatan kemarin, lebih harum dari kebaikan kebaikan yang lalu. atau harus kutanggapi tawaran untuk membeli senjata api. sebelum mampu membeli pistol canggih, tetap harus kuulangi lagi atau mencari lebih dari yang ada. semua yang menjemukan. tak ada pistol gratis, beli saja susah. bagaimanapun pistol akan meberikan kematian paling bersih dan rapi. racun beresiko mati dengan tubuh ternoda muntahan, mulut berbusa. belati bikin berdarah darah. tidak bagus. mati dalam keadaan tidak bagus pasti terlihat buruk, macam manusia yang tidak menghargai hidup. pistol yang baik hanya akan membuat lubang kecil. jika moncongnya diarahkan tepat pada kepala, dibalik rambut, mungkin tak akan kelihatan jejak kekerasan sedikitpun. tepat seperti yang kuinginkan, kematian yang indah. kematian yang dirancang dengan cermat, tanpa kekerasan, tanpa paksaan. semua yang terbaik tidak mudah didapat. begitupun tempat dan waktu yang tepat. mengatakannya sungguh terasa gagah berani, berniat untuk menembak kepalaku sendiri. cara itu juga semacam klimaks untuk mengalahkan kematian yang konon datang semaunya, tanpa kabar dan kesepakatan dengan pemilik hidup. bayangkan kematian akan terkejut, mungkin kecewa ketika aku mendatanginya lebih dulu. itu tidak biasa. biasanya manusia lebih suka mempertahankan hidup ketimbang mendatangi maut. mendatangi maut, menggenggam dan mengendalikannya tepat seperti yang dikehendaki. sempat kupertimbangkan untuk menjadi pengikut sebuah kelompok radikal saja supaya lebih heboh. tapi mereka, para kelompok radikal itu tak ada yang kuanggap setara dan sejajar denganku. mengikuti mereka menjadikanku tidak terhormat. kehormatan memang salah satu bagian yang paling menjemukan, tapi setidaknya aku punya batasan sendiri untuk tidak menjadi hina dan memalukan saat jiwaku, setelah terbebas dari jasadku, merenungi kehidupan yang baru kutinggalkan. manusia yang bekerja dalam kelompok mirip serangga, yang tidak cantik pula, atau paling bagus unggas. tidak istimewa. ular, binatang paling cerdik sekaligus cantik dan berbisa selalu bekerja sendirian. setan memilih wujud ular ketika membujuk perempuan pertama, pasti ada alasannya, ular memang istimewa, dan sanggup menyelesaikan masalahnya sendirian, tanpa kaki, tanpa tangan, tanpa sayap dan telanjang. apakah ada seekor ular merencanakan kematiannya sendiri. mungkin pula itulah kelebihan manusia macam aku dibanding ular. ular terkecoh oleh kemampuannya berganti kulit, sebuah ilusi waktu dan hidup abadi. andaipun benar ular selalu mendapati kembali yang terbaik setiap kali berganti kulit, tetap saja menjemukan. katidaksadaran akan kesiasiaan, pengulangan, kebaikan atau keburukan lebih merendahkan martabat dari pada kematian.
setidaknya ini hanya sekali. kehidupan ini. tidak akan ada kelahiran kembali. aku puas mengingat pernah mengikuti ritual untuk menuntaskan karma. mereka bilang aku mengerjakannya dengan sempurna. aku tidak yakin reinkarnasi ada, kendati seringkali merasa pernah bersamamu dan mencintaimu sebelum kehidupanku saat ini. sekarang tidak jadi masalah, reinkarnasi benar ada atau cuma khayalan, aku pasti tidak akan terlahir kembali.
hanya ada sedikit pemikiran yang mengganggu. keras sekali usahaku untuk mengenyahkan angan yang satu ini, neski selalu kutepiskan, kemungkinan yang satu ini bandel serupa lalat. berputar putar tanpa tujuan jelas dekat telinga dan mata. mengeluarkan suara dengung yang dapat mebuyarkan khayalan tentang mengelahkan kematian dengan kematian. bagaimana jika kematian ternyata juga menjemukan. jika kematian juga menjemukan, apa lagi yang dapat kulakukan untuk mengubah kenyataan menjijikkan bahwa, mau tidak mau aku malah akan menjadi salah satu manusia yang dikalahkan kehidupan. dengan sebutir peluru meringkuk dalam otakku, bisakah kutemukan cara untuk membalas keculasan hidup. mungkinkah kehidupan sebenarnya lebih cerdik dan cantik dari ular. bahkan lebih cerdik dan cantik dari diriku sendiri, membujukku hingga terlena dan hanyut dalam hasrat menjadi sang pemenang. cuma agar ia kulepaskan dari genggamanku. kehidupan tampak gelisah, ingin menciut dan kabur, melepaskan diri atau menyusup sembunyi menembus telapak tanganku. haahh. memang menjemukan. kenapa tak ada sesuatupun yang lebih mengasyikkan dari segala yang kugenggam. mungkin mempunyai tangan adalah kutukannya, lebih buruk dari kematian atau kehidupan. lagi lagi ular. ular bukan pemilik tangan, tidak pernah menggenggam atau melepaskan. kenapa mahluk buntung macam ular berperan besar dalam takdir manusia pertama, dari surga hingga bumi. kisah yang ganjil, dan orang orang tua tak pernah jemu menuturkannya kepada anak anak yang belum panjang akalnya. anak anak yang riang gembira menggenggam pistol mainan. mahluk mahluk bertangan kecil yang cukup puas dengan permainan*