Kamis, 09 Januari 2014

*

semua orang memanggilnya jiwa, seolah olah memang namanya, seolah olah mengenalnya, seolah olah ingin bicara padanya. belum cukup. ia masih harus menerima semua keadaan yang dikaitkan setiap orang padanya. terbelah, sesat, sakit. ia tidak mengerti. ia juga tidak ingin dimengerti. selalu sendiri, tak teraih. bukannya ia sengaja sembunyi, menghindari atau melakukan apapun yang membuatnya terpisah dari semua pemberi nama yang memanggilnya. apakah ia salah arah. kadang kadang ia mendekati sebuah suara yang ditujukan padanya lalu kecewa. karena tak ada seorangpun yang sungguh sungguh ingin bertemu. dan ketika setiap orang yang pernah menyebut nama pemberian mereka sendiri untuknya akhirnya tak lagi dapat bersuara, ia malah makin kebingungan. tidak terbelah, tidak tersesat, tidak kesakitan, hanya kebingungan. ia mendapatkan nama baru, hantu. apa itu hantu. setiap orang yang menyebutkan namanya merasa takut, paling tidak merasa sedang bicara tentang sesuatu yang tidak wajar. siapakah sebetulnya dirinya, untuk apa ia ada, menjadi bagian kehidupan yang katanya tidak bisa hilang dalam kematian. ia mendengar suara, kau belahan jiwaku, aku tak dapat hidup tanpamu, dikatakan dengan sungguh sungguh. ia merasa selalu utuh. tak dapat hidup tanpa siapakah yang dimaksud oleh pemilik suara. ia tak membutuhkan apa atau siapapun. mungkin hidup, mungkin tidak hidup. tak ada celah pada semesta. ia mestinya tidak bertanya atau gelisah, jika tak ada yang memberinya nama*