Kamis, 23 Januari 2014

*

tak ada yang lebih pecuma dari menghalagi tumbuhnya rindu. boleh saja mengasingkan diri ke bulan, menyepi di matahari. biar kehabisan nafas, hangus terbakar, rindunya tak bakal gentar, tak berkurang nikmat. karena bukan minuman, makanan, atau obat, tak ada yang berhak melabeli haram atau halal untuk rindu yang tertanjur tumbuh, menjulur, membelit lidah berjuta rasa. saat tumbuh kelewat lebat, rindu dapat dipangkas, kau bilang pakai akal. boleh dibuang sembarangan, tak akan mengotori lingkungan, tak menyumbat aliran. seperti hujan. kehujanan seperti kerinduan, dapat berakibat demam bagi yang kurang sehat. tapi kita, anak sehat bertubuh kuat, pasti selamat melewati setiap demam. panas di kening, dingin di telapak kaki, selebihnya hangat dan sedap. seperti bubur ayam pada jam dua malam sesudah jalan jalan diguyur hujan. beberapa malaikat duduk santai di tepi jalan, saling merapat, kelihatan lega sempat istirahat. rindu telah menggantikan tugas berat para malaikat, menjaga kita dari godaan setan. tapi, jangan bilang bilang tuhan. kalau tuhan campur tangan, bisa dipangkasnya rindu hingga akarnya tercerabut. dia satu satunya yang maha kuasa, mudah sekali bagi tuhan untuk mempertemukan rindu kita menjadi satu. seperti dulu. sebelum kita menumbuhkan rindu, hanya ada aku. merasa lebih rendah dari alas kakimu yang selalu berpasangan, berjalan beriringan tanpa saling berpegang, nampak selalu riang meski kauinjak setiap saat, meski tak punya kehendak*