Minggu, 17 November 2013

*

beberapa malam tak pernah terbenam saat fajar. malam malam yang tidak pernah beranjak dari lantai. selembar karpet lebar pasrah atau rela menjadi alas keramaian. mendengarkan semua ocehan, tawa, juga sendawa. abu dan debu melekat, kadang kadang menggali lubang. kartu kartu berserakan, terlentang atau tengkurap serupa tangan dan orang orang. gelas hampir kosong terlantar selama berhari hari, puntung sigaret berdesakan dalam setiap asbak. kepala kepala di sana tidak peduli keadaan, terlalu sibuk menyembunyikan penyangkalan di balik punggungnya, tak ada yang terjebak kejenuhan.
di sela permainan, kautemukan pandanganku terjerat pada setiap gerakmu. mataku seperti ngengat dengan gegabah menghampiri cahaya, kubuat satu baris catatan. seperti ngengat, satu baris catatan kubuat layak hangus terbakar. kau bersorak, membanting kartu kartu di tanganmu. seperti seharusnya abu, aku luruh. bertambah satu noda menghangatkan alas tubuhmu.
beberapa fajar tidak hanya terlambat, tapi terlewatkan. berkeping keping keramaian menemukan lubang, berlindung atau dilindungi rapat dan hampa di antara alas dan lantai. kaujentikkan sebatang sigaret yang terselip di celah jari. kaujatuhkan abu, sungguh hangat, menimbun mataku. debu di mataku menyambut abu kirimanmu.
fajar mendesah, mencoba membaca kepasrahan atau kerelaan atau kegairahan. satu lagi malam tidak terbenam. kau menemukan seekor ngengat pembangkang, ngengat sesat pemuja kegelapan.
apanya yang hebat, kauberkata, tak bertanya. kalau saja seekor ngengat dapat tertawa untuk mengirimkan isyarat bahagia, selesailah permainan. kemenangan dan kekalahan akan berlalu serupa keledai paling dungu, banyak lubang menunggu*