Minggu, 01 Juni 2014

bola kaca

apa yang kaubawa, suara hangat dan ringan tiba tiba menyentakkan kesunyian, meredam badai salju.

ini, bola kaca berisi rumah. kau siapa?

aku penghuninya, tidakkah kau pernah menemukan aku sedang melongokkan wajah pada salah satu jendelanya? kadang kadang aku duduk di atas atap, pernah juga aku memanjat ke puncak cerobong asap.

aku buta, perempuan menjawab datar, dan kau berdusta, kalimatnya terdengar acuh, hampir putus asa.

kau bilang kau buta, lantas menuduhku berdusta. luar biasa. suara hangat dan ringan itu malah terdengar riang.

kau memasuki rumahku tanpa ijin.

tanganmu menutupi pandanganku.

maksudmu?

selama bola kaca kaupegang, tak dapat kulihat apapun selain telapak tanganmu.

oh, pembohong. tadi kau tak tahu apa yang kupegang, kau tanya. sekarang kau bicara ngawur. apa karena aku buta?

hahaha. kau pemarah. apa karena buta, kau jadi pemarah? sebelum keluar dari rumah itu, aku tak tahu kalau tanganmu yang menutup pandanganku. tak kulihat kau, apa yang kaubawa dari dalam bola kaca. kau boleh berkata aku bohong, dusta, kacau, apa saja, terserah. tak akan mengubah apa apa.

pergilah! perempuan buta tampak lelah. ia tahu tak ada apapun yang dapat diharapkan dari sebuah suara asing yang mengatakan kalimat kalimat tak masuk akal.

oke. selamat tinggal. suara hangat menjawab, selalu ringan tanpa beban.

tunggu sebentar. kau mau ke mana?

pulang.

pulang, ke mana?

ke rumah dalam bola kaca.

bagaimana caranya?

sekarang kau percaya?

bagaimana caranya?

mudah saja, sama dengan caraku datang.

ah, sudahlah. pergi saja. perempuan buta sekarang benar benar mulai marah.

hahaha. aku membuatmu sangat kesal ya. tapi aku mengatakan semua apa adanya.

ya. pergilah. kau sangat menjengkelkan.

tadinya aku berharap kau senang bicara denganku. kau kelihatan sangat kesepian.

lebih baik kesepian dari pada bicara denganmu. tega sekali berbohong, padahal kau tahu aku buta. buat apa? kau senang mengejek yang tak sempurna?

kau bertanya atau cuma marah?

terserah.

aku penjahat yang kebetulan lewat. apa bedanya untukmu, kau tak dapat melihat. apakah kebutaanmu tak terbatas pada matamu saja. semua yang kukatakan semula bertujuan membuat kau senang, tapi kau berkeras mendengar kenyataan yang tidak menyenangkan. kebutaanmu tidak hanya menyusahkan dirimu sendiri, tapi semua orang yang kebetulan lewat dan berada di dekatmu. kaulah yang tega memaksaku, menanggung kemarahanmu yang sia sia. puas?

aku memang buta, tapi tak pernah mnyusahkan siapa siapa! perempuan buta benar benar gusar mendengar kalimat panjang yang dikatakan suara hangat yang baru dikenalnya, yang tadinya terdengar ringan, kini tajam. tanpa sadar tangannya semakin kuat mencengkeran bola kaca, sangat kuat, hingga pecahlah bola kaca.
tangannya berdarah, serpihan putih berhamburan di sela jemarinya, sebagian berjatuhan, tidak banyak. rumah dan pohon cemara muda tak lagi terlindung bola kaca, terbuka. perempuan buta merabanya. rumah dan cemara muda ternyata lebih kecil dari perkiraannya, sederhana, terdapat banyak sudut menusuk telapak tangannya. saljunya begitu ringan, sama sekali tidak terasa dingin, bahkan tidak sejuk. basah, hanya rasa basah yang nyata, basah oleh sedikit darah dan air yang berasal dari dalam bola kaca. air yang membuat serpihan putih melayang dan berjatuhan serupa salju ketika bola kaca belum pecah.

sesaat yang cukup lama dalam keheningan.
kau masih di sana? perempuan buta lebih dulu bicara, setelah gemuruh dadanya mereda.

sekarang aku tak akan bisa pulang.

bukankah justru lebih mudah. pelindung rumahmu sudah pecah.

kau tuli juga? atau menulikan diri?

perempuan buta menggertakkan giginya.

kau tak dengar? kubilang aku pulang seperti caraku datang. sekarang sudah tak ada bola kaca. aku tak bisa pulang dengan cara berbeda. kau masih merasa tak pernah menyusahkan siapa siapa?

aaagh, perempuan buta berteriak, melemparkan rumah dan cemara muda ke arah suara.

kau buta, tapi kebutaan tak akan bikin kau celaka. kau bebal dan kejam, kau pantas menderita, berteriaklah, sekeras kau bisa. semoga ada yang datang menyelamatkan kita.

menyelamatkan kita?! kau mau apa? perempuan buta bertanya dengan sinis dan nada tinggi.

menyelamatkan kau dari kesendirian, menyelamatkan aku dari kejahatan. aku punya pilihan, mauku bukan urusanmu.

tak ada yang cukup berharga untuk kaurampok di rumah ini. nyawaku sekalipun, tak ada artinya. kau benar. kau bisa melakukan apa saja yang kau mau.

kenapa baru sekarang kausadari itu. seandainya sejak awal kau mau berkata, aku benar. kalau saja dari awal kau tidak terus menerus memanfaatkan kebutaanmu untuk memenangkan percakapan.

kerjakan saja apa yang kau mau.

enak saja. setelah begini terdesak kau belum sudi mengalah. aku memang penjahat, tapi tak sebebal kau. aku tak sudi menuruti maumu, kau mau kukerjakan apa yang kumau,hah?

jadi apa yang kau mau. jangan bicara lagi. aku lalah. baiklah, aku mengaku kalah.

kau salah, tak ada yang kalah.

oke. aku salah. aku menyerah.

sungguh?

ya.

kau mau mengerjakan apa yang kusuruh?

apa?

utuhkan kembali bola kaca.

ohh, tak mungkin bisa. apalagi aku buta.

kau membantah.

bukan membantah, tapi...oh tolonglah. aku sangat lelah.

aku tidak tanya. aku tidak peduli kau lelah atau tidak. aku sekarang penjahat. kuperintahkan kau mengutuhkan kembali bola kaca atau...
atau apa?

aku akan merampok rumah sebelah. mungkin membunuh semua penghuninya.

kau gila. aku tak bisa. aku tak bisa...

kau tak melakukan apa apa, hanya terus mengingat kebutaanmu sendiri saja. kau tak mencoba, tak menyentuh pecahan bola kacamu sama sekali. tak berniat melakukan apa apa. masih merasa tak pernah menyusahkan siapa siapa?

aku...aku...ya tuhan, aku tak tahu. tolong, jangan menyiksaku. sudah cukup...

sekarang kau malah mengiba, mengasihani dirimu sendiri.

tolong, aku tak peduli, jangan katakan apa apa lagi. perempuan buta tiba tiba meluncur dari kursi, berlutut dilantai. segera saja lututnya tertusuk pecahan bola kaca yang terjatuh di lantai.
aku mohon...kusembah kau. aku berlutut, bersujud. aku mohon berhentilah menyiksaku. perempuan buta bersujud hingga kepalanya menyentuh lantai. wajahnya basah oleh air mata. tubuhnya bergetar hebat. tangannya menggapai gapai, mencari sosok bersuara hangat yang kata katanya telah membuatnya tak berdaya. perempuan buta terus menangis sambil meracau. kalimat kalimatnya penuh permohonan belas kasihan dari seseorang yang tak dapat dilihat matanya dan tak tersentuh tengannya. semakin lama semakin kuat dan deras tangis beserta racauannya, seolah olah seluruh ruang turut melolong dan meracau bersamanya. seandainya suara hangat mengatakan sesuatu, menanggapi racauannya, tantu tak akan terdengar hingga perempuan buta mereda tangisnya, atau menghentikan kalimat kalimatnya yang tak berjeda*