Rabu, 25 Juni 2014

anak kucing kertas

selembar kertas girang saat kau berhasil melipatnya jadi kapal. kini aku tak lagi datar.
air dalam parit berkecipak riang ketika kaularungkan kapal kertas. kini aku tak mengalir sendirian.
sebentar kemudian kapal kertas tak lagi tegar. arus kecil dan gelembang tenang mengacaukan pelayaran.
kapal kertas cepat basah kuyup, lunglai. tidak pecah atau karam, kapal kertas hanyut, pasrah timbul tenggelam, lipatannya tak bertahan. kapal kertas kehilangan bentuk, tak lagi terlihat serupa kapal sedang berlayar, semakin lama kian menggumpal seakan akan selembar kertas yang dibuang sembarangan setelah dilipat asal asalan.
kau tidak bertanya, kapal kertas sekarang berpikir apa. hanya memandang, sebentar, hingga kapal kertas benar benar lenyap.
tanpa bimbang kau meninggalkan tepian parit. melangkah ringan, kembali ke teras rumah. di mana kertas kertas yang belum dilipat saling tindih dengan sesama kertas di atas lantai.
kau menatap setumpuk kertas lipat, bertanya hanya dalam kepalamu saja, enaknya melipat apa, selain kapal.
kertas lipat paling atas pada tumpukannya berdebar, berharap kau tak lagi melipatnya jadi kapal. kertas tak pandai berlayar meskipun telah dilipat jadi kapal.
beberapa saat kemudian selembar kertas jadi bersemangat. kau melipatnya jadi pesawat terbang. masih siang, aku tak sabar menanti kauterbangkan.
lantai selalu siap manyambut pendaratan pesawat terbang kertas.
seekor anak kucing tidur pulas di dekat pintu, tak terlibat dalam petualangan. punggungnya berkedut pelan ketika pesawat terbang kertas mendarat di sana. kau sengaja membidiknya dengan pesawat terbang kertas karena ingin mengajaknya bermain. anak kucing bermata bundar tidak terusik.
pesawat terbang kertas tak terkoyak. burung kertas mestinya lebih menarik di mata bundar seekor anak kucing.
kau tak berpikir, kau memandang sekeliling sebelum berlari ke arah suara yang memanggil namamu. setumpuk kertas belum terlipat di lantai khawatir kaulupakan. aku ingin kaulipat menjadi sesuatu*