Jumat, 06 Juni 2014

bola kaca

perempuan yang tinggal bersama anak perempuan buta sebenarnya bukan ibunya. ibu, hanya sepaan dan panggilan yang patut untuk setiap perempuan yang merawat dan membesarkan seorang anak buta hingga tumbuh menjadi gadis buta, kemudian perempuan buta. tapi bola kaca, sejak semula adalah bola kacanya. sebuah benda istimewa yang seutuhnya kepunyaan perempuan buta.
seorang bayi, menangis keras, suaranya mengacaukan malam. perempuan pemilik rumah samar samar mendengar tangisnya. mula mula terdengar jauh, seperti raungan yang diteriakkan dalam tidurnya dari mimpi buruk. pelan pelan menjadi lebih dekat, menjelma nyata di balik pintunya yang sudah tertutup, terpalang dan terkunci.
karena tak tahan disiksa suara tangisan kencang, perempuan pemilik rumah setengah jaga terhuyung huyung membuka pintu. sebuah kerdus tergeletak di teras kecilnya, berisi seorang bayi sedang menangis sekuat paru parunya, kaki dan tangan mungilnya bergerak cepat seiring tangisannya. wajah si bayi merona merah, kepalanya juga bergerak cepat, ke kiri dan ke kanan, mencari yang tiada, yang mestinya meredakan tangisnya. di samping kiri kepala si bayi, sebuah bola kaca, terlihat sangat indah. perempuan pemilik rumah lebih dulu menyentuhnya, mengguncang bola kaca, terpesona serpihan putih yang melayang layang di dalamnya. sesaat kemudian perempuan pemilik rumah tersentak oleh lengkingan tangis, mengangkat bayi perempuan dari kerdus. sekilas dan was was memandang sekelilingnya, kemudian bergegas masuk kembali ke dalam rumahnya, menutup pintu, mengunci dan memasang palang pada tempatnya.
perempuan pemilik rumah segera duduk di kursi, mengendalikan debar jantungnya sembari secara naluri berusaha meredakan tangisan si bayi, dengan suara rendah, dekapan, ayunan lengan, tepukan ringan dan belaian. kerdus dan bola kaca berada di lantai, dekat kakinya.
mungkin karena terlalu lelah, kehabisan tenaga, tak lama si bayi mulai berhenti menangis. menikmati perhatian dan kehangatan dekapan lengan perempuan pemilijk rumah. mata si bayi mulai sayu, terpejam pelahan, tubuh mungilnya terkulai lemah, pasrah dalam gendongan perempuan penghuni rumah. malam itu, keduanya, perempuan pemilik rumah dan si bayi yang kelelahan, belum menyadari apapun tentang kebuataan salah satu dari mereka. hanya ada rasa tentram, berkat terbebas dari suara nyaring tangisan, dan terlindung dari kegelapan di balik pintu rumah yang tertutup rapat*