Rabu, 11 Juni 2014

x}

salahkah si buta yang percaya pada perasaannya sendiri? suatu ketika si buta dibantu berjalan, diberi kemudahan mencapai tujuan, masih pula ditambah diberi tambahan rejeki, meski sekedarnya saja. pemberi bisa jadi seorang pencuri, perampok, bahkan pembunuh. singkatnya penjahat, yang entah kenapa kebetulan sedang berbaik hati. sangat mungkin terjadi.
sesaat setelah menolong si buta, penolong yang ternyata bukan orang baik dikenali oleh orang lain yang tidak buta. bisa seorang saja, bisa beberapa orang, bisa banyak orang. mereka yang mengenali jati diri asli seorang penjahat yang baru menolong si buta segera berteriak ribut, menyuarakan apa yang mereka yakini sebagai kebenaran bagi semua mata yang dapat melihat. apakah si buta baiknya langsung percaya pada suara dan kisah yang diteriakkan dalam kegaduhan oleh orang orang tidak buta, tentang seorang penjahat yang telah meluangkan waktu untuk peduli pada si buta. atau lebih bijaksana jika si buta tetap percaya perasaannya sendiri saja, perasaan yang tidak dibuat buat, ada berdasarkan pengalaman nyata serta langka dalam hidupnya,
penolong itu orang baik. itulah satu satunya fakta dan kebenaran bagi si buta. si buta tidak bermimpi, sungguh pernah menerima kebaikan dari seorang tak dikenal yang kemudian disebut penjahat oleh orang orang yang tidak dikenalnya sama sekali, tidak pernah menolongnya.
seandainya kenyataan adalah satu satunya kebenaran, kenyataan untuk setiap orang tak pernah sama. sesama buta saja memiliki kenyataan berbeda, sesama tidak buta begitu pula. kenyataan si buta dan kenyataan orang orang bermata terbuka tentu tidak sama.
jika si buta akhirnya harus bersaksi, jika si buta jujur dan tahu membalas budi, selayaknya si buta bercerita tentang kebaikan penjahat yang pernah menolongnya. hanya kebaikan itu yang dikenalnya tentang diri si penjahat. dalam kisahnya, si buta tidak berdusta, jujur dan berbudi luhur. meskipun harus menanggung akibat diolok olok banyak orang, dituduh berbohong, dikatai tolol dan dibutakan oleh kebutaannya, si buta tetap akan berkeras pada pernyataannya tentang kebaikan penjahat. lain masalah jika si buta ternyata selain buta, juga pengecut, pendusta, tak tahu membalas jasa, tak mau susah susah menyatakan kebenaran, mudah saja bagi si buta untuk sepakat dengan orang banyak tentang kejahatan penjahat yang pernah menolongnya, kejahatan yang sama sekali tak pernah diketahuinya.
kasihan, si buta terjebak dilema. gara gara pernah menerima kebaikan penjahat. tragis. sudah buta, sial pula. cuma seorang penjahat saja yang sudi atau sempat berbaik hati pada si buta. apakah penjahat yang pernah menolong si buta, sekali atau beberapa kali pantas menerima penghargaan atau keringanan hukuman.
soal cerita macam ini tak pernah muncul dalam ujian matematika, pelajaran yang konon paling sulit dan bikin pusing bagi sebagian besar pelajar, dari sekolah dasar hingga sarjana tingkat tertinggi sekalipun.  mungkin yang macam ini termasuk bagian matematika etika, istilah yang pernah disebutkan seorang tua pintar dari india. ggs dan rra. gampang gampang susah, rumit rumit asyik*