Selasa, 03 Juni 2014

bola kaca

perempuan buta akhirnya terjaga, setelah cukup lama. ia tak yakin berapa lama telah melolong dan mengiba, serasa selamanya. ia terjaga bukan dari tidurnya, maka semua yang diingatnya pasti bukan mimpi. ruangan terasa kosong, perempuan buta menduga sang suara telah pergi. perempuan muda bergidik, sangat ngeri. kembalinya kesunyian dalam ruang terasa seperti kutukan yang mendekat, mencoba merengkuhnya. ia harus bangkit, secepatnya berlari mengejar suara yang tadi membuatnya menderita. mestinya ia berdoa, supaya tak ada tetangganya yang menjadi korban pemilik suara hangat yang mengaku penjahat. mestinya bergegas, perempuan buta menegakkan tubuhnya, mengabaikan bola kaca yang sudah pecah.
anehnya, perempuan buta bergerak lambat, seakan tubuhnya tertahan renungan atau keraguan. menimbang nimbang kemungkinan suara hangat yang mengaku penjahat sebenarnya bukan penjahat.
seandainya ada seorang pengamat, pasti sedang menggelengkan kepala atau mengangkat bahu, tak paham. bagaimana seorang perempuan buta dapat begitu tidak percaya pada kata kata sebuah suara. apapun yang dikatakan suara yang kini telah menghilang atau diam, tak pernah benar benar nyata. setelah menuduh pengakuan pertama sang suara sebagai dusta, perempuan buta tidak pula dapat percaya pengakuan kedua sang suara yang menyangkal pengakuan pertamanya. setelah mengusir sang suara dengan gencar, perempuan buta kini duduk tegak penuh harapan sang suara tidak beranjak darinya. apakah karena buta, perempuan itu tak dapat memutuskan apa sebenarnya yang ingin didengarnya dari sebuah suara hangat yang tiba tiba mengusiknya?
perempuan buta melewatkan waktu dengan duduk tegak di lantainya. ia teringat semua kata katanya yang ternyata salah, atau mengakibatkan sang suara serba salah. diam diam berharap segalanya akan kembali seperti semula. tak ada suara, tidak ada dusta, tidak ada salah, bola kacanya tidak pecah, rak ada yang hilang di rumah sebelah, dan tetangganya baik baik saja. perempuan buta berusaha mengingat sejak kapan, ia tak pernah berharap macam macam, tak pernah sebanyak dan sebesar harapan yang ditanggungnya saat ini. tanpa sadar, perempuan buta mengepalkan telapak tangannya. menambah satu lagi harapannya, dengan tangan terkepal kuat dapat dipecahkannya semua harapannya, bersama sama ingatan dan penyesalannya, juga keberadaannya. seorang perempuan buta yang duduk sambil menggenggam sebuah bola kaca mestinya tak pernah ada. sekarang memang sudah tak ada, tapi mungkin terlambat. keterlambatan pertama sudah lewat, menciptakan keterlambatan kedua, ketiga, dan seterusnya.
aku sudah buta, semoga tidak jadi gila, perempuan buta tanpa sadar menambah panjang harapannya.
perempuan buta berdiri, harapannya terlampau banyak, memaksa kakinya menopang tubuhnya.
baiknya aku ke rumah sebelah. perempuan buta tak tahu apakah ia berkata kata dengan pita suaranya atau hanya pikirannya saja*