Selasa, 09 Juli 2013

hari besar

masalahnya bangsaku adalah bangsa takabur. sifat optimis memang bikin segalanya lebih cerah, tapi kalau setiap hari cerah, pasti ada yang merindukan mendung dan cuaca buruk, para joki payung, para produsen dan penjual mantel, jas hujan, sepatu boot dan aneka benda lain sejenis alat alat pelindung cuaca buruk. kelihatannya tolol dan mengada ada, tapi nyata. begitulah, bangsaku memperingati hari pahlawan dan kebangkitan nasional setiap tahun. melupakan bahwa pahlawan dikenal karena adanya para pecundang dan hanya yang pernah terjatuh mempunyai peluang untuk bangkit. sesederhana hitam dan putih, lawan menciptakan ikatan, ikatan menyebabkan keberadaan. sesuatu yang baik mesti seimbang, sejalan hukum alam. kalau mau menjadi bangsa yang lebih besar, salah satu yang bisa dikerjakan dengan sederhana adalah menambah hari besar nasional. wajah wajah warga negara biasanya bertambah cerah saat tiba saatnya merayakan hari besar nasional, dengan berbagai alasan dari universal sampai personal, rakyat akan bersuka cita pada hari besar nasional. aku pernah dengar bangsa lain merayakan hari kematian dengan meriah. alangkah senangnya kalau bangsaku mau merayakan hari pecundang atau hari kejatuhan nasional. bahkan hari buruh yang dirayakan bangsaku cuma ikut ikutan, tapi mending dari pada berkeras kepala tidak sudi mengerjakan budaya asing yang menggugah kesadaran. sebuah bangsa, seperti manusia akan mencapai tingkat kepribadian lebih mulia saat ia bisa merayakan dengan sama meriah segala keadaan. kubayangkan, orang asing akan berduyun duyun mengunjungi negeri ini untuk menyaksikan pawai meriah pada hari pecundang atau hari kejatuhan nasional atau hari penjajahan. ada sangat banyak latar belakang kejiwaan yang dapat muncul untuk menjelaskan ketertarikan manusia pada keunikan. andaipun merayakan hari pecundang lebih dekat ke arah kebodohan, atau lebih parah kegilaan, tetap bisa kubayangkan kemeriahan acaranya, besarnya tambahan penghasilan negara dan rakyat akibat sikap antusias manusia pada kegiatan budaya dan pariwisata dengan tema yang tidak biasa. juga menambah manfaat di bidang pendidikan, tidak harus menunggu sampai meraih gelar sarjana filsafat atau menjadi guru besar untuk dapat memahami kenyataan, bahwa sebuah bangsa seperti manusia untuk berkembang secara maksimal butuh dicintai apa adanya*