Jumat, 26 Juli 2013

*

apa yang mereka bicarakan. mujizat, kudengar sebuah kata. tapi tidak ada kau pada mereka. bagaimana aku mesti percaya pada kata kata bersuara mujizat, jika kau tiada di dalamnya. sayang, kukira aku semakin gila. dan semakin gila membuatku semakin hanyut dalam kehangatan. mungkin aku embun, kau matahari. sentuhanmu menjadikan pagi pertama yang akan diulang tanpa akhir. mujizat adalah secangkir teh manis hangat. kau menghirupnya dengan bunyi meriah. kudengar dengan penuh hormat dan kasih. aku tidak ingin tahu, kebaikan apa yang telah kukerjakan hingga kau duduk di dekatku. wangi melati menari nari. mereka mestinya bicara tentang panen berlimpah pada sebuah negara yang melindungi hama. betapa. kusayangi setiap helai daun yang tumbuh. hanya karena sebab tidak berarti dan bodoh sekali. apapun yang mereka bicarakan aku tidak peduli. mungkin aku lumpur, kau tungkai ceroboh. kaubawa tubuh dan kakimu melangkah ke dalam tanah lembab. noda sejuk dan aroma hujan adalah mujizat yang akan kaubawa pulang. di sini, aku memanjat dinding tak kelihatan sambil mengunyah coklat. mujizat mujizat memandangku, hendak bertanya, seberapa lezat. tak terkira, kaulihat, tak ada remah remah di lantai rumah. setiap keping, pun yang terkecil telah menjelma mujizat. beberapa lembar rambutmu yang terjatuh menumbuhkan kepala kepala berwajah telaga, bermata bening, bersuara angin*