Minggu, 08 Desember 2013

*

kau memburu kepalaku. dengan janji janji yang tidak palsu. nanti, kataku. nanti kuserahkan kepalaku, setelah kubuat lubang di situ, di dekat alis, setelah kumuntahkan seluruh isinya di atas meja. sebuah kepala kosong, aku tahu, kau membutuhkan sebuah kepala kosong untuk kau isi seturut kehendakmu, kau penuhi. aku lebih suka mengosongkan kepalaku sendiri, akan kukerjakan dengan hati hati, kuredam bunyi, kuatur posisi, rapi, tidak berhamburan agar kemudian tidak berserakan menodai ruang. kau dapat melihat betapa aku berpikir jernih, bukan sekedar menghindari peristiwa atau mengulur waktu yang pasti menghampiri. kau pemburu nomor satu dan aku ada karena kau perlu berburu.
sementara, cuma untuk menjadi rentang yang tidak terlalu tegang, aku butuh menarik dan menghembuskan nafas. sambil lalu saja kutanyakan, tidak padamu, apa kau selalu memburu semua kepala dengan cara yang sama, atau hanya kepalaku saja.
kau mengulurkan senapan ke arah telingaku. karena aku bertanya pada sebutir peluru yang berhasrat menjawabku. sebutir kecil yang selalu mendengar dan punya jawaban. sebutir tajam yang tak pernah tidak mematuhi perintah majikannya. bukan di sana aku ingin membuat lubang. sedikit ke atas. meja mendekat. senapan menggerakkan moncongnya, kubaca gerak bibirnya berkata, kita sudah sepakat 
aku tidak ingat. kau mengulurkan sebongkah bantal. pemburu nomor satu perlu kepala utuh untuk diburu sepanjang waktu. bantal tersedak lalu tersengal mendengarmu atau tertindih kepalaku. sebutir peluru selalu setia menunggu, tak akan membesar atau tumpul seirung waktu*