Minggu, 15 Desember 2013

*

butakan mata jika hendak melihat cahaya. demikian yang dikatakan seorang tua dan bijaksana, ketika seorang pencari kebenaran bertanya pada suatu siang yang terang benderang.
pencari kebenaran yang telah bertanya dengan tulus hati berniat segera menusuk matanya dengan sebilah belati. sesaat sebelum niatnya terlaksana dengan sempurna, membuncah keinginan untuk menikmati saat saat terakhirnya melihat seisi dunia. maka disimpannya kembali belatinya. pencari kebenaran meninggalkan orang tua dan bijaksana. berjalan pelan sambil memandangi segala yang terhampar. sejauh matanya memandang hanya ada keindahan. pencari kebenaran telah paham benar, ia tidak mencari keindahan dan keindahan ada di mana mana. bagaimanapun inilah saat saat terakhirnya melihat siang. selepas senja akan dibutakannya matanya agar dapat melihat cahaya. bersama terbenamnya matahari, pencari kebenaran kembali. berjalan pelan mendekati seorang tua dan bijaksana yang telah sudi memberinya jawaban siang tadi. tekadnya sudah bulat. segera dipecahkannya kedua bola matanya. pencari kebenaran merasa lega, meskipun buta. pencari kebenaran tidak melihat apa apa. kegelapan yang melingkupi pecahan matanya bukan karena ia melihat kegelapan, melainkan karena ia tidak melihat apa apa. pencari kegelapan juga paham kegelapan miliknya bukan kebenaran yang dicarinya. pencari kebenaran tidak ingin terlarut dalam kebimbangan. ia telah belajar berhati hati sepanjang perjalanan hingga hari ini, sebelum berjumpa dengan seorang tua dan bijak yang telah dicarinya sejak lama. hal itu yang membuatnya berjalan kembali mendekati seorang tua dan bijak untuk sekedar berjaga jaga kalau kalau masih ada lagi yang ingin ditanyakannya. yang terjadi selalu sejalan dan searah dengan niat dan kehendaknya hingga saat ini. pencari kebenaran merasa harus berbicara dengan seorang tua dan bijaksana setelah membutakan matanya.
sudahkah kulihat cahaya setelah kubutakan mata.
seorang tua dan bijaksana tidak beranjak. masih seperti siang tadi, duduk tenang, menundukkan kepalanya, mendengar dengan hikmad. kali ini menjawab pertanyaan pencari kebenaran dengan tanya. cahaya apa yang ingin kaulihat.
dengan lugas pencari kebenaran bersuara, cahaya yang tak terlihat mata biasa.
kenapa harus melihat cahaya yang tak terlihat mata biasa, seorang tua dan bijaksana sekali lagi bertanya. tentu saja karena ia tua dan bijaksana, pencari kebenaran meluruskan prasangkanya diam diam.
untuk menemukan kebenaran sejati yang telah begitu lama kucari, pencari kebenaran merasa tengah mengulang sebagian dari pertanyaan yang dilontarkannya siang tadi kepada seoarang tua dan bijaksana.
bukakan mata untuk melihat cahaya. seorang tua dan bijaksana berkata dengan tenang. suaranya lembut, menerangi kegelapan malam.
pencari kebenaran tiba tiba tertawa menyadari kecerobohannya sendiri. dibukanya lebar lebar matanya yang telah pecah. pantas saja semua orang berkata seorang tua tersebut bijaksana. sungguh sayang, ia telah gegabah membutakan matanya. ia tak akan pernah melihat cahaya dengan matanya, siang atau malam, terang atau gelap, tak akan ada lagi bedanya bagi pencari kebenaran. pencari kebenaran sekarang benar benar paham, ia hanya akan melihat cahaya yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa. matanya pecah, ia buta. seandainya siang tadi ia berpikir lebih jernih, pasti saat ini matanya utuh, terbuka lebar lebar untuk memandangi bintang bintang, titik titik cahaya yang berserakan di langit malam.
jika pencari kebenaran adalah pencari kebenaran sejati. tawanya akan membangkitkan hasrat seorang tua dan bijaksana, untuk mendongakkan kepala, menatap mata pencari kebenaran yang telah bertanya kepadanya dengan tulus hati. seorang tua dan bijaksana tak akan bisa tahan tidak tersenyum, meskipun tahu pasti pencari kebenaran sejati yang berdiri di hadapannya tak akan dapat melihat senyumannya yang pertama terbit setelah sekian lama. seorang tua dan bijaksana merasa setiap pecahan mata pencari kebenaran sejati sedang terbuka lebar, tertawa dan bercahaya. seorang tua dan bijaksana sekalipun, sangat jarang menemui malam seterang benderang siang*