Kota mirip
corong raksasa yang bekerja tanpa jeda. Menyampaikan pesan, ajakan, pasal pasal
undang undang. Undangan pesta dan kabar duka. Semua mahluk yang bisa bicara dan
mampu menggunakan bahasa berebut mendekatkan corong raksasa dekat bibirnya.
Ingin suaranya menggetarkan seluruh bangunan, jalan, jembatan, beserta tiang
tiang penyangga apa saja, hingga meresap ke dalam tulang.
Rasa ngeri
merayapi tubuhnya. Suara teriakan tanpa corong saja membuatnya sakit kepala.
Corong raksasa yang sedang bersuara pasti akan membuat tubuhnya lemas
sepenuhnya. Akan lebih baik kalau ia terjengkang sampai pingsan waktu suara
pertama terdengar ketimbang sadar dalam ketidak berdayaan dan rasa sakit yang
amat sangat. Ia mengeluh diam diam, dibiarkannya umpatan dan lolongannya kecewa
tak terpakai lidahnya.
Ia menunggu
dengan sungguh sungguh, berharap penuh atap dan dinding rumahnya bersedia
runtuh, mendekapnya, melindunginya dari bunyi memekakkan yang sesaat lagi akan
menyerbunya, datang bersama terang yang mungkin akan membutakan matanya*