Senin, 21 Januari 2013

menembus batas

Langit sangat jahil, mencoreng coreng wajahnya dengan warna kelabu. Mengejekku, atau ingin melihatku tersenyum. Langit yang selalu kucurhati, aku menatapnya lekat lekat, mencoba menegaskan pesan supaya jangan sampai mengirimkan isyarat yang bisa kaubaca. Kau yang kutahu, kalau mau bisa lebih jahil dari langit, menggodaku sampai tak bisa menahan tangis.
Kau dan langit, kusangka kalian sudah sepakat untuk membuatku menyerah. Selalu begitu, aku tak mau jera memandang. Aku tahu aku mengada ada untuk menghibur diriku sendiri, menciptakan peran untuk benda benda angkasa, bermain kata dengan cuaca.
Membuatku pura pura tak mengenal putus asa mengingat penat di pundak dan leherku karena terlalu lama berbaring telentang beralaskan lengan. Menatap. Menatap yang tak pernah mendekat. Menatap yang tak pernah mendekap. Menatap sampai terlelap.
Di tidurku kujahili langit sampai menangis, kemudian erat kudekap. Langit menatap*