Minggu, 06 Januari 2013

blablabla

Aku adalah si pandir yang gemar berpikir. Seorang pandir selalu pandir, baik ketika berpikir maupun ketika tidak sedang berpikir. Kemudian aku bertanya kepada diriku, si pandir, bagaimana caranya supaya aku tidak berpikir diriku pandir. Si pandir mesti mengerahkan segenap kebijaksanaan yang dimilikinya untuk menahan diri berpikir dan bertanya tentang pikiran pikirannya hanya kepada sesama pandir. Ini penting. Karena si pandir yang tidak berpikir dan merenungi buah buah pikirannya kemudian bertanya akan kian tersesat. Kalaupun si pandir itu sedikit pintar ia tetap dapat sewaktu waktu tersesat jika enggan berpikir dan bertanya, apalagi si pandir yang tidak sedikitpun pintar.
Aku sedang menyindir diriku, si pandir yang lagi lagi sedang berpikir.
Begitulah, ini bukan disebabkan kesalahan genetis, bukan efek samping dari sejenis obat atau akibat terpapar zat zat berbahaya yang terdapat pada makanan atau lingkungan.
Dunia ini seharusnya sempurna, si pandir berpikir pada suatu ketika. Tak lama berselang si pandir mendengar pembaca berita bercerita tentang seorang bayi yang mati gara gara tak kunjung berhenti menangis karena sakit demam. Tidak apa apa, sang bayi, meskipun tak ada yang pnitar, pastilah tak mampu mengira akibat dari perbuatannya, tak mampu mengendalikan tangisnya. Bayi yang tertidur selamanya pastilah lebih manis ketimbang bayi yang menangis selamanya. Si pandir juga mempunyai seorang bayi dan paling suka menciumi bayinya pada saat si bayi sedang pulas.
Si pandir belum juga jera berpikir. Hingga sekali tempo si pandir mulai bertanya tentang semua cerita cerita aneh dari seantero dunia yang seringkali disampaikan padanya tepat di saat si pandir berpikir. Lucu sekali, si pandir merasa dan menduga bahwa pikiran pikirannya telah mengacaukan alam semesta. Si pandir tak lupa bertanya, di manakah alam semesta berada.
Si pandir menatap wajah seorang perempuan, si pandir selalu merasa semua perempuan berparas pintar. Tentu saja di pandir tak tahu jenis kelaminnya sendiri. Meskipun anak anaknya menyapanya dengan panggilan yang biasa diserukan orang kepada perempuan, ia tak pernah berpikir ia perempuan. Alasannya sangat masuk akal, karena ia pandir yang gemar berpikir dan bertanya tentang segalanya di luar sana kepada dirinya. Si pandir lebih nyaman berpikir tentang pikiran pikirannya saja, daripada tentang di pandir yang sering berpikir.
Pada akhirnya, si pandir masih belum juga tiba di ujung pikirannya. Si pandir berpikir, barangkali akan mudah bagi orang orang pintar untuk sampai di ujung pikir. Tidak bagi si pandir, pikirannya ruwet tidak keruan, tidak katahuan di mana pangkal hingga tidak ketemu pula di mana ujungnya. Ada yang pernah berkata,"mbulet koyok susur." Yang lain mengatakan, berputar putar sia sia macam kotoran pada pusaran. Si pandir bukannya tak tahu sopan, maka tidak sampai hati dikatakan dalam kalimat yang aslinya begini bunyinya,"muter muter koyok taek ndek dam." Si pandir tertawa terpingkal pingkal, dalam pikirnya sempat terbersit rasa bangga ketika menyadari si pandir ternyata bukannya tidak sopan yang tega bicara kasar..
Begitulah, cuma orang pintar yang sanggup tiba di ujung pikirnya, kemudian tidak lagi bertanya, tapi menyimpulkan. Menalikan ujung dan pangkal benang benang pikiran. Ada banyak simpul bisa dipilih orang orang pintar, ada tali mati, simpul mati, simpul hidup, simpul ganda, simpul bunga, atau simpul yang disebut pita. Pita, biasanya dipakai untuk hiasan pada bungkusan hadiah yang akan membuat penerimanya lebih senang dan terkesan.
Dasar si pandir, ia malah lagi lagi tertawa terpingkal pingkal melihat pikirannya terus terulur semakin panjang dan kusut. Si pandir berpikir tentang tata rambut manusia prasejarah.yang baru terjaga dari mimpi indahnya*