Rabu, 09 Januari 2013

limas

Hampir pukul sebelas malam. Wajah wajah menunggu dibukakan pintu. Tak satupun wajah mengenalku, sebaliknya, tak ada satupun wajah serupa wajahku. Pintu melayang dan berjalan jalan seolah olah menghindar, seolah olah cuma berpindah tanpa tujuan atau kehendak berlalu dari siapapun.
Dan tak ada yang mau mendengar penjelasan. Saling terikat dalam lingkaran kebisuan kekal.
Keberangkatan terlambat. Segalanya begitu tenang sekaligus bergelombang, mengingatkanku pada gambar nomor dua yang kubuat berulang. Satu halaman buku gambar penuh garis bergelombang pada sepertiga bagian bawahnya. Seperti selembar mie rebus yang direntangkan, disusun membujur dari bawah ke atas, tanpa warna. Setidaknya garis garis bergelombang tersusun rapi, tidak tumpang tindih, tidak saling terjerat. Itu bukan laut, tak ada pantai atau daratan di situ. Aku senang menjadi bahan tertawaan.
Seperti bangkai tikus, bangkai daun, bangkai kayu. Yang membangun ruang kelas dengan barisan bangku warna warni. Gumpalan gumpalan lilin bernama malam, untuk dibentuk menjadi cicak. Yang penuh ketidak pastian, merayap, menyuarakan decak demi decak. Yang seperti ingin makan malam.
Seperti sekarang, tidak lagi hampir jam sebelas malam*