Jumat, 04 Januari 2013

*

Pedang bukanlah pedang di tangan seorang pesulap, hanya alat untuk mempertajam akal.
Kata kata bukanlah kata kata di tangan seorang penyair, hanya alat untuk mengisi kertas.
Menjadi racun dan candu yang tidak membunuh tubuh atau jiwa manusia.
Kurasa lucu, karena aku bukan pemain pedang atau penulis sajak.
Dan terbunuh oleh gerakan tangan kosong dan bisikan angin yang berpusar pada lengan lengan asing.
Ini, segelas es krim soda, kenangan masa kecil yang tergelincir bersama hujan dari langit, entah apa yang ada dan tiada di sana.
Kenapa aku harus percaya aku berjalan dengan kaki, membelaimu dengan jari jari tangan, menumduk memandangi tanah dengan mata melekat di kepala.
Langit di bawah kepala, kakiku mengangguk angguk. Atau kakiku menapak langit. Kepalaku menyentuh tanah dengan mesra. Kalau langit dan bumi tidak bermufakat bertukar tempat.
Hanya yang pernah membaca mungkin lupa. Yang tidak lupa pasti tidak membaca.
Memahat. Memahat kereta pada punggung kuda.
Memahat. Melihat jalan dan jembatan tumbuh dart hutan terbakar.
Memahat. Memahat udara pada sebutir hujan.
Anak anak hamster telah tahu jalan, naik turun ke rumahnya. Tidak macam sebutir debu tersesat di lautan paling dalam. Anak kecil memahat pedang dengan kata kata menjadikan aku tiads*