Jumat, 11 Januari 2013

faal

+Awan kelabu membentuk wajahmu.
-Norak
+Sebentar lagi gerimis jatuh
-Sok tahu
+Langit ingin mengusap wajahku.
-Kumat.
+Petir memanggilku.
-Gawat.
+Tidak usah terburu buru.
-Ngawur.
+Kau tidak bawa payung.
-Bukan salahku.
+Matahari dan angin menipu kita.
-Kacau.
+Berteduhlah dalam kantong bajuku.
-Gila.
+Masa?
Tapi, kau tidak murung sedikitpun, debu dan hawa dingin memerahkan hidungmu. Kau kelihatan lucu, juga sangat menyenangkan. Kugenggam erat erat benang benang pengikat balon warna warni. Aku terlupa dari mana kudapatkan semua pernak pernik pesta. Kita terlalu nyaman menerbangkan angan angan. Hujan selalu ajaib, juga di saat langit telah telampau senja untuk melukis lengkungan tujuh warna kesukaan anak anak itu.
-Masa?
Kau tidak berteduh. Kau membacaku. Guyuran hujan jatuh menghanyutkan kalimat kalimat yang belum sempat kaudengar. Selain muara, tak ada yang hilang. Aku terlindung debu dan hawa dingin, hidungmu menyala, memerahkan langit yang ingin mengusap wajahku*.