Rumah rumah, kau tidak bertanya. Pada yang keluar masuk
membawa sekantong roti dan manisan buah asam. Lalu lalu tubuhku menegakkan
punggung, berjalan melewati ambang pintu. Selimut perca di atas sofa. Topi baja
di ambang jendela.
Sebotol anggur uzur tak menyadari dirinya pikun. Pemilik
rumah mengenakan mantel rajutan. Sewarna sarang laba laba saat baru dibelai
sinar lampu, malu malu.
Duduklah, duduklah, kata segelas anggur, jelas sebatang kara tidak
membuatnya bersemi, tidak menumbuhkan tunas, tak juga bunga bunga. Sebuah jambangan bergetar nyaris pecah. Tanpa
pernah dapat membalas mnggebrak meja.
Oh, ada meja, menopang semua yang bernasib sama. Diletakkan,
mungkin sebelum dilupakan atau disingkirkan surat surat penting. Siapa yang begitu
tabah, bersedia membaca pesan yang tersesat di kebuntuan sebuah gang*