Senin, 28 April 2014

panggung sandirawa

di antara lelap dan jaga. entah apa. kekalahan, kemenangan, bukan keduanya. setengah sadar. mungkin semua pernah tahu tanpa merasa perlu dibesar besarkan. aku menyiksaku. bukan kelaparan, bukan kerinduan, bukan kemarahan, bukan kedengkian, bukan kepuasan, bukan kecemasan. aku, cukup. tak bisa hilang. aku dapat membakar buku manapun. tak ada sebuah bukupun dapat membakarku. berkah buku, kutukanku. siapapun namanya, dia telah berhasil membuatku aku membusuk, merapuh, lebih mudah dan segera dari aku yang bukan aku. nanti dulu, ada berapa aku. tidak tahu, wah, ternyata mudah sekali belajar menjadi lembut dan sabar menghadapi kemunafikan. aku tinggal berkata tidak tahu. kemudian berjalan ke kamar mandi sambil bersenandung, bersiap siap menyejukkan diri dengan keharuman busa sabun dan air bersih.
iseng iseng aku mengubah kiasan sambil berdandan, bulan merindukan pungguk, untuk membuatku tersenyum. tak terhitung kali aku melihat bulan. tak sekalipun aku ingat pernah melihat pungguk, apalagi pungguk yang sedang merindukan bulan. kiasan sengaja dibuat, dikatakan berulang ulang untuk dan supaya berlebihan tapi tetap tenang karena tidak sendirian. dunia ramah, penuh manusia. aku mengerjakannya untukmu, siapapun namanya. sebab aku mencintai, menyayangi, memercayai, menghargai, menghormati, menjunjung tinggi. apakah pungguk sejenis burung, katanya sih begitu. bagaimana rupanya, ukurannya, warna bulunya, suaranya. aku tidak tahu, tepatnya tidak sungguh sungguh tahu. lucu sekali, kenapa baru sekarang aku merasa geli, mengingat kiasan basi, pungguk merindukan bulan. alasan filosofis macam apa yang sanggup bikin manusia merasa wajar mendengar dan membaca kiasan pungguk merindukan bulan. tidak, aku tidak bertanya, buat apa. telah berulang kali kubuktikan, mudah sekali memaklumi kemunafikan. buat apa bertanya lagi, hanya demi sekali lagi membesarkan hati dengan menjawab, tidak tahu. makin lucu, persis film komedi.
aku berharap senyum dan tawaku lebih bermutu. aku terharu. mataku kering. aku yang bukan aku tidak menangis. aku bukan budak, bukan pembantu, bukan anak kecil, tak sudi disuruh suruh, tidak juga oleh aku. mintalah dengan hormat, memohon, menyembah, berlutut, menunduk hormat, kalau aku memang sangat membutuhkan aku mengerjakannya, demi aku.
tidak adakah yang bukan aku, yang mau peduli padaku. bukan aku yang bersedia pura pura tidak tahu bahwa aku telah membanggakan diriku karena rela menempuh segala derita demi aku.
percayalah aku tidak begitu. hahaha. benar benar lucu. aku dapat menjadi pemain watak yang bagus. ah, aku dapat memerankan pungguk merindukan bulan, meski tak pernah melihat sosok pungguk yang kuperankan. katanya dunia panggung sandirawa, eh salah, maksudku sandiwara. lucu ya*