Jumat, 04 April 2014

*

apa masalahnya. kita telah terbiasa hidup bersama sampah dan limbah. atau memilih melukai usus dengan obat pencahar paling manjur.
aku tidak mengerti kenapa resah bila bukan mereka.
karena bukan mereka.
jika aku cukup menarik perhatian seorang yang lebih berkuasa, haruskah pura pura buta supaya tidak silau oleh gemerlap dunia.
aku akan mengatai diriku idiot bila menolak apa saja yang mudah, apa saja yang boleh disebut anugrah.
ya, pasti. aku akan kaya raya, megah, bercahaya, mulia, tanpa merasa bersalah.
kau tahu namanya, naluri, insting, serupa tingkah sekumpulan lebah menghasilkan sebanyak mungkin madu demi kelangsungan hidup koloninya.
sisi baik dari idealisme yang sukar diterima yang tidak mendapatkan peluang, tidak punya kesempatan untuk meraih yang terbaik dalam hidupnya.
hahaha. jangan ada yang mengira aku tak sudi menjadi selebritis. siapa yang mampu memilih nasib. bila sudah nasib menjalani hidup glamour dan penuh sensasi tentu harus dinikmati sepenuh hati. itu lebih baik ketimbang menjadi babon puritan atau macan marginal. tidak perlu munafik, tidak sok suci. tidak semua orang dilahirkan untuk jadi nabi, apalagi di jaman ini. lebih enak jadi apa adanya, lebih bijaksana tidak menolak setiap anugrah. tidak berprasangka buruk bahwa anugrah dapat tiba tiba mengubah diri menjadi bencana.
sayang, sudah nasibku bukan mereka. setidaknya aku tahu aku bisa menjadi mereka, kapan saja nasibku berubah. hebat. kukatai diriku hebat, karena tidak gentar menjalani nasib apapun.
dan aku menuliskan semua ini semata mata demi meraih sebanyak mungkin kekaguman dari lubuk hati paling dalam, dari nurani paling jernih, siapa saja yang dapat melihat betapa tinggi tingkat kesadaran dan mawas diriku.
sungguh cuma itu. hahaha. semoga bermanfaat untuk masyarakat, bangsa dan negara.
hahaha. aku tertawa, manis dan sarkastis, tapi tidak skeptis*