Kamis, 13 Februari 2014

yesterday

seharusnya memang begini. tak ada puisi. tak ada sangsi. tentang ketidakmampuan memahami satu detik secara utuh. satu detik saja, tidak mampu. kubujuk dan kurayu diriku untuk mencoba sekali lagi. terhanyut kembali ke arus hangat, pusaran berwarna cerah. beribu ribu detik kulewatkan sia sia. tak ada yang sia sia, juga salah. adalah kesalahan fatal manusia. seperti aku. seperti lempung berjalan jalan di hari cerah. tidak lumer dan hilang pelan pelan. semakin samar, kopi pahit, sigaret asam. serasa belajar mengeluh dengan gembira. tak ada salah pada lidah. benar kopinya pahit, tenggorokannya sakit. gitu aja kok sulit. mana semua naluri mulia manusia. terkubur. dalam kehampaan gila. jika saja bisa berdoa, akankah bermakna. kulihat diriku sedang getir, berharap yang lain mengerjakan segalanya dengan lebih baik*