Senin, 17 Februari 2014

*

orang dungu duduk termangu di bawah lampu. mengira dirinya sedang merenung. padahal ia melamun. mungkin suatu malam orang dungu menjadi majenun. mungkin kepada lampu, orang dungu berharap ditunjukkan kepadanya sebuah buku atau garpu. supaya ia boleh membaca atau menyuapkan sepotong buah ke dalam mulutnya. buku apa, buah apa, orang dungu malah bingung. bingung bikin orang dungu berhenti melamun. sedungu dungunya, ia orang, tahu tentang malas dan kenyang.
seekor kucing melompat masuk sambil menggigit sesuatu yang bersuara memelas. seekor kucing lain menyusul, melompat masuk lewat jendela. orang dungu beranjak dari tempat duduk. melihat seekor anak tikus terperangkap dalam gigitan kucing yang pertama melompat masuk. anak tikus malang, mencicit ngeri. orang dungu bertambah bingung, ia kembali duduk. mencoba merenung. karena dungu, ia tidak tahu apa yang pantas direnungkan. seekor kucingkah. dua ekor kucingkah. suara cicit anak tikuskah. lampu menyala terang, cahayanya di luar kepalanya. alih alih merenung, orang dungu kembali melamun.
orang dungu teringat masa lalu, ia pernah melompat ke luar lewat jendela. bukan masuk, ke luar. berlawanan arah dengan dua ekor kucing yang salah satunya menggigit anak tikus. orang dungu ingat, ia melompat ke luar lewat jendela sebab bercanda dan ingin tidak tertangkap dua temannya. bukan karena takut salah satunya bakal menggigit. orang dungu tahu tak ada satupun temannya akan menggigit orang. semua orang, dungu atau tidak dungu, tak ada satupun yang hendak menggigit orang. melompat ke luar lewat jendela hanya karena ia orang dungu dan sangat terburu buru, ingin kabur kemudian tertawa keras. orang dungu sama sekali tak menyangka banyak orang akan mempermasalahkan perbuatan melompat ke luar lewat jendela sebab bercanda. pintunya sudah ditutup, jendelanya terbuka lebar dan rendah, mestinya tak mengganggu atau merugikan siapapun. tapi ia kena marah. orang dungu terpaksa mendengarkan banyak tuduhan ditambah nasehat tentang melompat ke luar lewat jendela. tidak sopan, tidak tahu aturan, mencoreng nama baik banyak orang. orang dungu tidak menyesal karena dungu dan terburu buru hingga melompat ke luar lewat jendela. orang dungu hanya tidak tahu bahwa begitulah seharusnya yang dikerjakan orang, entah dungu atau tidak dungu. ia jadi tahu dirinya dungu, karena tidak tahu orang orang seharusnya mengerjakan apa. ia ingin menjadi sebuah gambar, orang yang kepalanya dinaungi sebuah lingkaran bergambar lampu. dua gambar, orang berkepala dan lampu dalam lingkaran di atas kepalanya.
itulah, orang dungu teringat sebuah kata, hikmah. banyak orang berkata, ambil hikmahnya dalam setiap peristiwa. orang dungu malah teringat sepuluh perintah allah, entah yang ke berapa, jangan mengambil milik orang. peristiwa bukan orang, tak apa jika diambil hikmahnya. hikmah bukan orang, bukan peristiwa, entah apa. dasar dungu, jangan belagu. hikmah, apakah bisa dimakan. kenapa selalu terpikir untuk memasukkan segala ke dalam tubuh melalui mulutnya. makanan, dan lain lain, semuanya memang dapat ditelan. hikmah dan lampu juga bisa ditelan kalau terpaksa harus begitu. mungkin karena dungu, orang dungu tak dapat menjadi lebih dungu.
kesimpulannya, tidak ada kesimpulan. lampu, orang dungu, kucing, anak tikus, lompatan, jendela, suara, cahaya, peristiwa, hikmah. semuanya hanya lewat. tidak menetap. orang dungu semakin malas. duduk termangu di dalam ruang terang setiap malam. malam berganti malam, tak ada kesimpulan. buku dan garpu bergeming pada tempatnya. orang dungu terlena dan kenyang. ia merasa memiliki seseorang yang selalu sayang. seseorang yang tidak pernah menuduh, tidak sekalipun menasehatinya untuk mengerjakan sesuatu yang orang dungu tidak tahu*