Jumat, 21 Juni 2013

orasi

semenjak menyadari pentingnya bekerja sama dengan sesamanya, manusia lebih menyukai berkawan dengan orang lain ketimbang dirinya sendiri. mereka tidak saling memusuhi dan menghindari bertengkar dengan orang lain. itu baik, tapi menjadikan manusia terlena oleh rasa nyaman perdamaian. begitu terbiasa dengan perdamaian, hingga sangat enggan bermusuhan. begitu pula dengan diri sendiri. mereka berdamai tanpa syarat. perdamaian dalam taraf tertentu lebih dekat ke arah tidak peduli. enggan berkawan dan menghindari permusuhan dengan diri sendiri. singkatnya tidak peduli.
aku bilang aku kecewa, aku tidak peduli.
aku bilang aku puas, aku tidak peduli.
kelihatannya dada manusia menjadi begitu lapang.
lain halnya kalau seorang lain berkata, aku kecewa. seharusnya aku resah sampai perlu minta maaf. seorang lain lagi berkata, aku puas, dengan antusias aku menanti penjelasan sampai menuntut rasa hormat. bahasa menamainya empati.
dalam hal ini aku manusia tidak berakal budi. aku menghidur diriku sendiri dengan cara menyebutku tidak berbasa basi. aku tidak peduli.
kelihatannya hatiku menjadi begitu tinggi, sampai tak mungkin rasanya bisa kukenali atau kumaki maki.
meskipun tidak pernah mendalami bidang ilmu kejiwaan, aku yakin setiap manusia normal punya lebih banyak masalah daripada sekedar ketakutan parah kepada sesuatu yang tidak berarti, atau kepribadian ganda, atau segala sifat ekstrem dan halusinasi.
aku tidak merasa salut kepada seorang ibu yang membunuh bayinya atau perempuan yang memotong alat vital teman kencannya. aku juga tidak menaruh hormat kepada setiap pekerja kemanusiaan yang sukses mendapatkan penghargaan untuk keberhasilannya meninggkatkan taraf hidup manusia. itu semua di luar akal sempitku dan di bawah hati tinggiku. terlalu rumit dan merepotkan.
aku cuma mau menikmati segelas kopi seduhanku sendiri, beberapa batang sigaret dan bunyi sentuhan jari jariku.
aku egois, aku tidak peduli.
aku manis, oh...terima kasih*