Selasa, 18 Juni 2013

demikian

seandainya tebing bisa bicara, akan kudengar bisikannya,
jangan melihatku dengan matamu yang selalu tajam mengupas keindahan dari kejauhan. berjalan saja mendekat, semakin dekat, hingga bisa kauinjak atau kautabrak. sakit kan. ternyata aku diniding batu biasa, kasar, tajam, tak beraturan. tanah dan tanaman rambat melekat pada tubuhku. merekalah yang kaupandang sebagai keindahan dari kejauhan, denyut kehidupan. jika kau tahu betapa inginnya aku runtuh, mendekapmu, menguburmu untuk membuktikan keperkasaanku, bahwa bukan hanya kau saja yang mempunyai lengan yang bisa kaurentangkan atau kaulingkarkan di manapun kau inginkan.
aku ingin menghibur tebing, mengatakan bahwa aku sungguh sungguh mengagumi kediriannya yang menjulang, kulihat tinggi, kokoh tak tergoyahkan. kurasa tebing tidak mungkin mendengar, tidak pula melihat. seperti yang terlihat oleh mataku, tebing tinggi dan kokoh tak tergoyahkan. aku tidak harus mendekat untuk menemukan keindahan.
segumpal awan terbang ringan, tidak menghindari puncak tebing. segumpal awan pecah, menjadi serupa sepasang sayap yang melindungi puncak tebing dari mataku. bagus. segera kuambil kuas dan cat putih untuk menambahkan kabut, dekat puncak tebing agar terlihat lebih magis.
kuas, kanvas dan cat mengerjakan kehendakku tanpa bicara. sampai tebing dan aku sama sama puas memandang sebuah lukisan*