Selasa, 25 Desember 2012

X

Telaga baik baik saja, selalu basah. Untaian telur, kecebong, katak berekor, katak muda, katak dewasa, katak tua, masih menghuninya. Itulah gunanya sekolah bagi anak anak, belajar tentang metamorforsa.
Kolam sekolah menyapa jari jari kecil. Matahari terbatuk batuk, menakuti mendung. Pada pelajaran terakhir sebelum bel tanda pulang berdering. Kaki kaki kecil sudah tak sabar, ingin segera menjumpai lubang jalan.
Telaga dalam kolam berebut umur. Katak katak saling jatuh cinta. Bermesraan sebentar. Bercengkrama tentang lupa.
Jalanan lebar membuka mantelnya, butir butir air jatuh, bergemerincing. Seekor ikan menggigit cacing, menarik narik mata pancing. Ekor ikan mengibas riang, persis anjing, menarik narik senar, melengkungkan joran. Sepasang lonceng berdering. Pemancing sama sekali tak menduga ikan sangat senang mendengar dentingan nyaring.
Kematian yang cantik, menggelepar, semakin pelan, pelan, diam.
Anak anak sekolah menyeberangi jembatan. Katak katak diam.
Bangkai ikan memakan benang. Berenang di bawah jembatan. Kolam beranak sungai. Menuruni bukit bukit. Anak anak sekolah bersalaman dengan para gurunya di mulut pintu.
Tangan tangan kecil yang masih goyah memegang pena. Katak muda menelan ekornya.
Durjana,durjana. Terdengar seperti lagu di jalan sempit. Kumuh dibanjiri peluh. Ikan ikan mati tidak mengeluh. Bapa guru, ibu guru mengangguk angguk. Mengikuti jejak api yang berayun digelitik angin.
Parau suara katak, percakapan telaga, rintik hujan, lubang pada tas sekolah, kolam ikan dan harapan.
Semua terjaga, mengerubungi anak anak yang terlahir kembali dari kembang teratai.
Semuanya metamorfosa, seorang cerdik pandai angkat bicara.
Aku lapar, kuhitung uang yang masih tersisa di kantong celana, mungkin cukup untuk membeli sebungkus metamorfosa, rasanya pasti nikmat dan bikin kenyang*