Sabtu, 29 Desember 2012

pagi hari

Bangunlah ibu, ketiakku basah, punggung dan pantatku basah. Sementara aku belum mengenal garah. Ibu, waktunya menaburkan serbuk putih berbau wangi ke lipatan lipatan kulitku supaya usai tangisku.
Ingatanku tak mungkin berdusta pada saat aku belum mengerti makna kata berdosa. Itulah sebabnya aku melupakan wajahmu. Kau, ibu, mestinya mengunjungiku ketika aku kehilangan keinginan beranjak ke mana mana, kemudian mengusirmu saat kau datang dalam mimpiku, cuma dalam mimpiku. Aku durhaka, mengusir ibu, kemudian mengutuk sendiri diriku menjadi batu. Setelah terjaga, ibu, memunahkan kutukan batu, mengembalikan aku beserta kekeringan pada ketiak, punggung dan pantatku. Wangi dan putih serupa dinding yang baru berdiri*