Selasa, 18 Desember 2012

cakra

Wajah perempuan yang mungkin gila itu terlihat serupa wajah patung kayu yang baru disayat sayat oleh seseorang yang mungkin sakit jiwa. Penuh jejak sayatan, retak retak. Kalau sempat menghitung, ada dua manusia dengan dua kemungkinan pada kalimat pertama. Orang pertama adalah perempuan, orang kedua tidak diketahui jenis kelaminnya. Kemungkinan pertama merujuk pada peremuan, mungkin dia tidak gila. Yang kedua tentang seseorang yang mungkin sehat jiwanya alias waras.
Wajah kecoklatan penuh jejak luka dan retak bukan merupakan kemungkinan.
Perempuan itu selalu tenang tenang saja, tidak terganggu dengan retakan yang bertebaran di seluruh wajahnya. Tidak terusik dengan ketidaknormalanlah yang bikin perempuan itu pantas dikatakan mungkin gila.
Perempuan yang mungkin gila dengan senang hati akan membalas setiap tatapan mata baik lelaki maupun perempuan, sehat atau sakit jiwanya, yang mengarah pada wajahnya.
perempuan yang mungkin gila itu terlihat menikmati setiap perhatian yang tertuju pada wajahnya, pada garis garis sayatan yang semburat saling silang di sana. Satu lagi kemungkinan tak akan menimbulkan tambahan beban, perempuan yang mungkin gila itu, menikmati semua pandangan ke arah wajahnya sambil menunggu reaksi dari setiap pemilik mata. Decakan, ekspresi tajam, kekaguman, keprihatinan, lebih baik kalau kepedulian berupa pertanyaan.
Mungkin,"Wajahmu kenapa." Kemungkinan selalu ada, bertambah banyak, dan tidak akan tambah merepotkan kalau tidak dihitung. 
"Ada yang menyayatnya dengan benda tajam."
"Ohh...Tapi, siapa."
"Mungkin seseorang yang sakit jiwa."
"Tapi, kenapa."
Perempuan yang mungkin gila tersenyum selebar dunia. Dia punya jawaban yang mampu membuyarkan lamunan siapa saja yang pura pura bertanya.
Seseorang yang mungkin sakit jiwa sedang memahat jalan menuju surga pada wajahku. Perempuan itu tak akan mengatakannya kepada siapapun sebelum dia benar benar gila. Hanya karena perempuan berwajah jejak luka tak ingin lagi mendengar kata kata hati yang peduli, yang selalu menerka perempuan itu mungkin gila. Perempuan itu merasa dia mestinya bukan mungkin gila jika mengatakan jejak sayatan simpang siur pada sekujur wajahnya adalah sebuah peta rahasia. Tapi sebenarnya, bagaimanapun semua orang seharusnya mengerti bahwa dibutuhkan kesungguhan demi kebenaran. Begitu pula dengan pahatan pada wajahnya, seseorang yang mengerjakannya bukan mungkin sakit jiwa, dan perempuan itu sungguh sungguh gila, supaya sempurna. Sehingga setiap orang yang sungguh sungguh memandangnya dengan penuh perhatian tidak tersesat atau salah arah*