Selasa, 11 Desember 2012

di balik pintu

Harus kusibukan diriku dengan cara paling bermutu, mencintaimu. Menuliskannya sesering mungkin untuk memudarkan rasanya yang terlampau tajam. Aku bahkan bisa memakainya untuk mengupas apel dengan sempurna, tanpa memutuskan kulitnya. Lingkaran kulit apel, sayangnya sama sekali tidak bisa membaca pesan atau menyimpan kesan. Tapi aku masih percaya, semua benda bernyawa dan akan bahagia kalau diperlakukan dengan penuh makna. Meskipun mereka terlalu sibuk membakar, merobohkan, melantakkan, semua batu dan tubuh yang berdiri tegak.
Kau bilang sedang membaca hermes yang tidak kukenal sedikitpun. Kalau tak mau menyapaku, aku tak ingin mengenalnya. Keras kepala. Patut dijadikan senjata untuk menghajar semua sangkar. Ini rahasia, aku sedang belajar mengupas tempurung kepala agar bisa bertemu mahluk mahluk kecil kelabu sok tahu yang selalu sembunyi di situ. Kurasa akan bikin lantai rumah mirip telaga warna, basah, berkilauan dan menyala nyala. Hingga tak perlu menunggu hari kemerdekaan supaya layak mengheningkan cipta, menyanyikan lagu wajib, menggunting pita.
Sekarang akan kugunakan semua kata yang tidak kusukai, harus, semoga, akan, ingin, menjadi, tapi, aku. Karena telah kuajak mahluk mahluk kecil kelabu berdeklamasi, menyulam dan melipat burung layang layang.
Apa ?
Tidak apa apa.
Aku hanya sedang menyibukkan diri.
Mencintaimu tanpa ragu. Penting sekali seperti mesias memerlukan dunia berantakan dan jiwa jiwa yang marah. Maaf, maaf, maaf, aku masih segan menghujat, enggan menjadi panjahat.
Kita lihat saja nanti, apakah kesibukan paling bermutu memanjangkan rambutku. Kalau sempat akan kupangkas usiaku, lebih pendek dari waktu luangku*