Kamis, 29 Mei 2014

kulihat ibu pertiwi bernyanyi

aku punya negeri dikelilingi gunung berapi, gemah ripah loh jenawi. rakyatnya berbagi kursi di depan televisi. para pemimpin berbagi televisi di bawah kursi. kucingku sibuk mandi. gunung berapi hampir mendidih. ibu menanak nasi. anak anak menggali pasir bersama anjing kecil, mencari budi pekerti. bapak sedang berburu sepatu. oh, sandal jepitku terharu. warna biru, baru dibelikan ibu sambil menunggu gunung berapi berbagi abu. piring piring ingin dicuci, sebelum diisi nasi.
semua kursi berderet di depan televisi. ibu bapak guru senyum senyum sendiri. televisi menayangkan audisi. stand up comedy dan menyanyi. lucu, juga merdu. para juri duduk di atas kursi, berjajar, berujar. semua bisa menang, asal mau berlatih. tidak letih, tidak sedih. tegak berdiri meski terbatuk, mirip gunung berapi.
aku punya ibu, akhirnya siap menghidangkan nasi. aku lapar sekali. bapak pulang telanjang kaki, memanggul ladang dan tanah lapang. setelah kenyang kita boleh menanam atau menendang kebajikan. oh, meja makanku cemberut, dari tadi cuma tentang kursi. kucingku sudah bersih. gunung berapi hampir mendidih. saatnya anak anak dan anjing kecil dipanggil. budi pekerti malah sembunyi di balik baju ibu bapak guru yang sekarang tersipu. buku buku mencibir ke arahku, tidak lucu.
aku punya lagu, diajarkan masa lalu. lagu tentang seorang ibu yang tekun merawatku. kucingku malu malu setiap melihatku menelan air mata ketika bermain tanah. jangan menangis ibu, nasi itu menghiburku. gunung berapi segera berbagi abu. piring, sendok, garpu, panci, semua bisa dicuci. bapak berkata dengan suara berat, masih kusimpan kekayaan, hutan, gunung, sawah, lautan. cukup banyak trofi untuk dibagikan kepada yang tidak kebagian kursi. anak anak dan anjing kecil, bersorak dan menyalak. televisi bertepuk tangan. ibu bapak guru merenungi sepatu. nyanyikan lagi, agar ibu tak bersusah hati mengenang emas intannya. tertulis aman dalam setumpuk catatan yang dilindungi abu dari debu, juga waktu*