Rabu, 22 Mei 2013

medium

kenyataan tidak lelah menunjukkan, tujuan kehidupan kepada para penyangkal kematian. aku ingin patuh, maka aku bertanya, adakah yang lebih berguna dari pada seorang pembunuh. meskipun aku sendiri lebih takut tidak dicintai dari pada mati.
lihat, ibuku mengatakan aku manis, sangat pantas mengenakan topi, baju dan sepatu yang kelak akan dibelikannya untukku. ibu pasti tahu aku lebih manis ketika tidak sedang tertutup apapun.
kita membutuhkan lebih banyak obat pembasmi hama, kata petani sambil menatap enam ekor bayi tikus yang lucu lucu, yang baru menjadi yatim piatu.
ibu, kasihan tuhan, tidak pernah mendapat peran, seorang artis cilik berkata. matanya menerawang melampaui tiang tiang lampu.
tuhan tidak bisa menangis. apa pandapatmu tentang aku, tanyanya kepada burung hantu. uhu, uhu...burung hantu terbang terburu buru, khawatir terlambat menghadiri sebuah acara penting, mungkin seminar atau penobatan, atau ulang tahun teman, atau upacara pemakaman, atau penganugrahan penghargaan, burung hantu tidak mau memberi tahu. khawatir aku cemburu.
hujan musim panas lebih tajam. menusuk punggung jalan. kudengar lubang lubang berdatangan. mendekat kemudian melekat, membuatku menghirup dan menghembuskan nafas. kudengar ibu menghela nafas lega, sesaar kemudian bicara dengan pandangan matanya, sekarang kau mengerti alangkah sulitnya menangis.
benarkah tuhan menyayangi semua mahluk. kalau bertemu air mata, jangan lupa bertanya. setelah tumbuh dewasa benih benih padi akan bercerita tentang bayi bayi tikus yang dibesarkan anak petani. sebelum api memeluk jerami. ibu belum sampai hati mengatakan padaku, bahwa hujan hanya lelehan awan hitam, bukan air mata tuhan. padahal aku sudah memakai topi, baju dan sepatuku sendiri. tak apa sedikit kebesaran supaya tidak segera kesempitan kalau kau cepat tumbuh. kulihat mata ibu berkaca kaca*