Minggu, 03 Maret 2013

thingky

Menjelang jam sepuluh malam aku berpikir. Dan merasa lebih ringan karena pikiranku tidak bicara. Aku hanya mengatakan tentang keletihan hujan yang belum berhenti berjatuhan sejak sore. Sama sekali bukan isi pikiranku. Aku merasa telah menjadi penderma sempurna yang memberi hanya dengan satu tangan tanpa sepengetahuan sebelah tangan lainnya. Entah untuk apa atau siapa, entah apa atau bagaimana. Aku hanya merasa dunia akan menjadi lebih baik jika seluruh pasang telinga tak mendengar pikiran. Hanya bunyi gerimis berirama. Pikiran tidak terdengar. Pikiran tidak terdengar. Pikiran tidak mendengar.
Lonceng angin berayun pelan, denting, denting. Aku mendengar tanpa berpikir. Menjadi seperti bayi. Aku tidak berpikir sedang mendengarkan denting lonceng lonceng angin. Lonceng angin berdenting tanpa berpikir.
Sementara berkata aku tidak berpikir, lonceng angin tidak berhenti berdenting. Tidak berpikir bahwa aku berpikir untuk mengatakan tidak berpikir. Susah susah mudah menjadi pemilik otak. Berpikir sedang tidak berpikir. Angin bertiup menggerakkan lonceng angin. Denting. Denting.
Waktu telah menggerakkan ruangku. Jam sepuluh malam telah lewat. Aku tidak berpikir mendengarkan denting ketika angin tidak menggerakkan lonceng angin.
Seekor kucing melompat masuk dari jendela sambil mengeong berisik. Aku tidak berpikir mengerti bahasa kucing. Kucing datang begitu saja seperti angin. Aku suka kucing dan angin yang tidak mendengarku sedang berpikir.
Kupikir aku tersenyum sendiri. Masih mengira tidak sedang berpikir. Gerimis mungkin letih tapi tidak berhenti. Angin akan kembali menggerakkan lonceng angin*