Kamis, 28 Maret 2013

sequel

Aku mendengar percakapan bahasa asing sepanjang perjalanan pulang. Seperti petunjuk jalan. Untuk pulang, ketika rumah hanya sebuah kata. Kukira penerbangan lebih tepat ketimbang perjalanan. Ketika tujuan menjadi jalan. Melompati genangan air sambil membenamkan kaki. Kudengar suara alarm, azan, hujan bertepuk tangan. Karena kekalahan kelelahan. Ke sini, menepilah, menjadi pembungkus kepala menjelang masak. Kelelawar mengetuk ngetuk dengan taringnya, tikus bersayap bertelinga hebat mendengar dan lapar. Pada denyut urat kepala, baru saja kukatakan jangan resah. Jangan resah kalau tenggelam kegelapan. Jauh di dalamnya kembang api menunggu api. Menunggu isyarat musim berganti. Air, tetaplah cair meski telah menjadi asin, sewarna buah kembang api.
Kata pertamanya adalah sepi, lalu tak bicara lagi. Kelelawar memeluk dahan pohon dengan kaki. Tikus bersayap bertelinga hebat tidak menanam, tidak memetik kembang api, tidak mati. Kepalanya penuh telaga berwarna jelaga, masih hangat dan berasap*.