Jumat, 29 Maret 2013

i see

Jika suatu ketika aku menemukanmu, aku tidak mau saat itu sedang mencarimu. Biarlah kita bertemu. Aku lebih suka menjadi sebatang rumput yang tidak pernah menunggu injakan kakimu, sekalipun kau tidak mengenakan sepatu atau alas kaki apapun. Tidak kusambut kedatanganmu serupa kaum manusia menjalankan ibadah. Yang paling menyenangkan, rumput pasti tidak bertanya. Kalau benar kau sehebat yang sering dikatakan semua suara, kau pasti tidak akan berlalu begitu saja. Kalau kau sehebat yang kubayangkan, kau akan berhenti. Menemukanku patah atau merunduk tepat di bawah langkahmu. Tidak pergi begitu saja, kau melihatku dan bertanya, mungkin tanpa suara. Tapi kudengar kau bertanya, apakah aku sengaja berada di jalanmu, menantimu lewat dan menginjakku tanpa kecemasan sedikitpun, tanpa prasangka, tanpa harapan kau akan menunjukkan perhatian.
Bisa kurasakan kau bosan dengan kata kata, yang tersirat dan tersurat, terucap dan tertelan. Kau tidak menjawab dengan alasan atau tanpa alasan. Menumbuhkan rumput liar di segala tempat, tidak berharap ada yang belajar tidak bertanya darinya. Hanya melambai seirama tarian udara, tumbuh tegak menatap angkasa. Tiada sayap, tangan, kaki, mata, hidung dan mulut. Hidup sesaat dan selamanya, menjadi saksi pergantian cuaca. Tidak perlu belajar isyarat atau pertanda apapun yang cuma menumbuhkan kecemasan dan kelegaan untuk mengalihkan perhatian. Rumput tidak mendekat atau menghampiri, tidak menjauh atau sembunyi. Dan sekali lagi kukatakan tidak menanti.
Aku tidak berpikir seluas apa alam semesta, tidak peduli sepanjang apa jalan jalan di bumi, betapa rumit sudut dan keloknya. Aku melihat, tidak ada penghalang apapun antara sebatang rumput dan sebentang langit*