Kita di sana. Persis caramu melihat ke gerak
bibirku, menyentuh punggungmu yang bergerak naik turun seirama kayuhan kakimu.
Roda sepeda berlari kencang seakan takut kehilangan, kita dan sesuatu yang
dinamai kebahagiaan oleh penghuni bumi. Kita cuma mengenal perjalanan. Dari
pagi ke pagi, melewati bulan, bintang bintang dan matahari yang terpana
memandang buah hati yang ranum dalam pelukanmu. Aku tak sadar bicara bahasa
burung. Kau serindang pohon, mendengar dan memahamiku tanpa perlu membaca
kamus. Tanah ramah dan murah hati terbentang, saling mengirim pesan di setiap
putaran roda. Kita jangan pergi, jangan berteduh dari langit*