Rabu, 24 September 2014

confetti

di bawah bantal, dunia sedang berusaha menenangkan dirinya. sesak, gelap, tertindih kepalaku. beberapa helai patahan rambut menggelitik wajahnya, satu di dekat lubang hidungnya, membangkitkan rasa gatal tak tertahan. dunia menahan napasnya, berusaha sekuat daya tidak bersin. tak ingin aku terjaga dari lamunan.
pada langit langit kamar kutemukan seruas jalan, melingkari bukit berpayung awan. keperakan, kehijauan, kebiruan, kekuningan, kemerahan, serabut serabut halus melayang layang di udara, dekat sekali, nyaris menyentuh kelopak mata. seperti segumpal dunia yang tidak padat, yang ingin ikut serta menikmati pemandangan di langit langit kamar.
jam dua malam. jam dua malam terasa menggoda angan ketimbang jam dua pagi atau jam dua siang. banyak hal tak sanggup dikatakan. berapa jumlah kata dalam bahasa yang kugunakan dalam setiap percakapan. ribuan atau jutaan. dan aku senang imajinasiku selalu menang, tak ada satu kata yang sungguh sungguh sanggup mengatakan suara suara dan bentuk bentuk yang berkelindan dalam pikiran.
pikiran atau angan angan. dunia di bawah bantal menggeliat, geli, gelisah. kugeser kepalaku, beberapa helai rambut mungkin patah saat itu, menusuk mata dunia. lamunanku memanjang, sedetik kemudian tersambar kilat, berjatuhan macam hujan. jalan basah melingkari bukit, mirip ikat kepala yang terbuat dari jalinan mutiara hitam. mahluk asing berkepala hijau, berambut keriting jelmaan bukit basah kuyup, awan mencair.
serabut halus warna warni menguraikan diri, bergandeng tangan, melambai, sebagian saling mengait satu sama lain. mataku dan mata dunia, pelan pelan menyusup dalam kehangatan. melupakan bantal, yang menindih dan menopang. bukan kalah, bukan lelah, hmm, hanya menikmati serabut halus warna warni merayakan perayaan yang tidak bernama*