Jumat, 15 Agustus 2014

pbb

kiri. kiri. kiri. satu kata yang terdengar selama beberapa hari belakangan ini. diserukan oleh anak anak sekolah yang sedang latihan baris, atau gerak jalan. kiri. kiri. kiri. selalu kiri. tentu dikatakan seiring langkah kaki sebelah kiri. seolah olah langkah kaki sebelah kanan diacuhkan. kenapa tidak berkata kanan, bukan pertanyaan. pertanyaannya, siapa yang memulai kebiasaan, apakah peraturan dalam pelajaran baris berbaris mengajarkan demikian. kiri. kiri. kiri. sebelum terlanjur panjang, sebaiknya kurenungkan, apakah benar benar harus bertanya, sungguh butuh jawaban. kalau tidak, acuhkan saja godaan untuk mencari tahu hal hal tidak bermutu, yang sebenarnya tidak berpengaruh. meskipun semua berisan cuma berseru kiri, kiri, kiri, mereka toh tetap melangkah dengan wajar, menggerakkan ke dua kaki bergantian, kiri dan kanan. mungkin baik juga, memilih memusatkan perhatian pada kaki sebelah kiri, agak berbeda dan jadi tidak membosankan, mengingat gerakan tangan kanan biasanya seringkali mendapat perhatian lebih serta dianggap lebih sopan dan bermartabat ketimbang pekerjaan tangan kiri. wah, tanpa sengaja kutemukan kenyataan mengisyaratkan semacam keadilan kecil, tanpa sengaja pula diserukan berulang kali oleh anak anak berseragam sekolah pada setiap langkah. baru terpikir hari ini, apa yang biasa terdengar setiap tahun menjelang perayaan hari kemerdekaan. apakah bisa jadi pertanda semakin tua semakin bijaksana, atau semakin banyak waktu luang semakin banyak perhatian, atau semakin kurang kerjaan semakin banyak pikiran, atau semakin berharap semakin kerap mengada ada, atau semakin sering diulang semakin pelahan semakin menyenangkan. terlalu banyak atau, semakin kacau. akhirnya. tiba juga, pada kacau, bermula dari kiri. kekacauan, kekirian, perayaan kemerdekaan. sudah terlanjur panjang*